Petakan Masalah, DPD Gagas Revisi UU Sistem Penyuluhan Pertanian
Berita

Petakan Masalah, DPD Gagas Revisi UU Sistem Penyuluhan Pertanian

Selama ini ada benturan kepentingan antara UU tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan dengan UU Pemerintahan Daerah terkait membangun kelembagaan penyuluhan di daerah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

DPR, DPD, dan pemerintah sudah menetapkan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Namun masih terdapat usulan sejumlah RUU yang dinilai mendesak untuk dimasukan pada pertengahan tahun atau periode berikutnya. Salah satunya, merevisi UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K).

Wakil Ketua Komite II DPD Abdullah Puteh menilai selama berlakunya UU No.16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) masih terdapat kelemahan dalam implementasinya di lapangan. Terlebih, kemajuan teknologi mengharuskan penyesuaian materi muatan UU tersebut.   

Komite yang dipimpinnya telah melakukan identifikasi terhadap sejumlah poin penting dalam UU SP3K. Hasilnya, ternyata banyak ditemukan sejumlah persoalan. Antara lain soal pentingnya membangun kelembagaan penyuluhan di daerah. Sayangnya, usulan tersebut tak sejalan dengan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). (Baca Juga: DPR Janji Sahkan Prolegnas Prioritas 2021)

Sebab, UU 23/2014 ternyata tak memperkenankan adanya Badan Koordinasi Penyuluhan dalam satuan kerja di Pemda. Dalam UU 23/2014 secara eksplisit terkait penyuluhan perikanan justru dikembalikan ke pemerintah pusat. Sementara, penyuluhan kehutanan ke pemerintah provinsi. “Selain itu penyuluhan pertanian menjadi tanggung jawab semua level secara konkurensi,” ujar Abdullah Puteh dalam rapat dengar pendapat beberapa waktu lalu di Komplek Gedung Parlemen.

Wakil Ketua Komite II DPD Bustami Zainudin menilai penyuluhan pertanian, kehutanan, dan perikanan merupakan keniscayaan. Sedikitnya terdapat 80 ribu lebih desa di seluruh Indonesia. Setidaknya satu orang per desa dapat menjadi penyuluh dengan biaya dari dana desa. “Sebenarnya tidak besar biayanya. Memang mesti diakui kekurangan penyuluh menjadi pekerjaan rumah bersama,” kata dia.  

Saat ini jumlah penyuluh amat sedikit dibanding dengan jumlah petani. Akibatnya, tingkat produktivitas tidak maksimal yang berdampak pada kebijakan impor bahan pangan sering dilakukan. Selain itu, dicabut pula Peraturan Presiden (Perpres) No.61 Tahun 2010 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan.

“Kita mau mengubah UU SP3K, namun pemerintah mencabut perpresnya. Selain itu, UU Pemda juga harus direvisi. Jika tidak, sama saja,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait