Kedaruratan dan Konstitusi
Kolom

Kedaruratan dan Konstitusi

​​​​​​​Dalam kedaruratan, berlaku rezim hukum tentang cara hukum menyimpangi hukum.

Bacaan 4 Menit
Kedaruratan dan Konstitusi
Hukumonline

Penyimpangan hukum itu dinamakan ‘state of exception’ kata Carl Schmitt. Menurutnya syarat diberlakukannya hukum normal adalah situasi normal. Sehingga jika terjadi kondisi abnormal, maka hukum normal tidak lagi berlaku.

Dalam Political Theology: Four Chapters on the Concept of Sovereignty, Carl Schmitt menyatakan; ‘Every norm presupposes a normal situation, and no norm can be valid in an entirely abnormal situation. As long as a state is a political entity, this requirement for internal peace compels it in critical situations to decide also upon the domestic enemy’.  Kajian Carl Schmitt ini, kemudian menjadi dasar dari pemberlakuan State of Exception, State of Emergency, atau yang dalam literatur Indonesia disebut ‘Hukum Tata Negara Darurat’.

Konsep inilah yang kemudian dikembangkan oleh Carl Schmitt dalam perumusan Konstitusi Weimar pada Tahun 1919. Pasal 48 Konstitusi Weimar memberikan memungkinkan tindakan yang diperlukan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban umum dengan bantuan kekuatan bersenjata dan menangguhkan hak-hak dasar. Dalam bacaan literature Penulis, Carl Schmitt adalah orang pertama yang menuliskan pengecualian-pengecualian yang secara terperinci dapat dilakukan pada kondisi darurat dalam konstitusi. Hal ihwal yang ditulis rinci inilah yang membuat Carl Schmitt menjadi tokoh paling sering dikutip dalam literature hukum darurat dalam 100 tahun terakhir.

Pasal 48 Konstitusi Weimar menyatakan;

”…If public security and order are seriously disturbed or endangered within the German Reich, the President of the Reich may take measures necessary for their restoration, intervening if need be with the assistance of the armed forces. For this purpose he may suspend for a while, in whole or in part, the fundamental rights provided in Articles 114, 115, 117, 118, 123, 124 and 153.

The President of the Reich must inform the Reichstag without delay of all measures taken in accordance with Paragraphs 1 or 2 of this Article. These measures are to be revoked on the demand of the Reichstag.

If danger is imminent, a State government may, for its own territory, take temporary measures as provided in Paragraph 2. These measures are to be revoked on the demand of the President of the Reich or of the Reichstag.

Details are to be determined by a law of the Reich.”

Mengapa Pasal 48 Konstitusi Weimar dan Carl Schmitt menjadi landmark hingga saat ini? Terlepas digunakan sebagai landasan hukum lahirnya kesewenangan Hitler-Nazi, Pasal 48 Konstitusi Weimar ini memberikan sebuah paradigma baru mengenai konsepsi kedaruratan dalam konstitusi.

Tags:

Berita Terkait