Dana Sponsorship dalam Pusaran Tindak Pidana Korupsi
Kolom

Dana Sponsorship dalam Pusaran Tindak Pidana Korupsi

​​​​​​​Kedudukan dana sponsorship yang masih belum jelas pengaturannya dalam regulasi nasional.

Bacaan 5 Menit
Sakafa Guraba. Foto: Istimewa
Sakafa Guraba. Foto: Istimewa

Sponsor merupakan kata yang sering muncul ketika pelaksanaan satu kegiatan yang membutuhkan dukungan dari pihak ketiga. Definisi sponsor yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang atau perusahaan yang mengusahakan suatu kegiatan. Selanjutnya bila kita telaah lebih dalam kembali dari definisi tersebut sponsor dianggap sebagai hal yang bersifat bantuan saat ini eksistensinya telah bergeser lebih dari ke arah komersial. Dalam konteks hukum positif hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur pengertian tentang dana sponsor khususnya yang menyangkut dukungan terhadap kegiatan pemerintah sehingga dukungan dana sponsor sering diartikan sebagai dana hibah yang tidak mengikat.

Pelaksanaan sponsorship yang terjadi saat ini sering beririsan dengan pelaksanaan kegiatan baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang dalam pelaksanaannya terkadang memerlukan sokongan dana di luar dari anggaran yang telah ada, sehingga dalam pelaksanaannya dapat mempengaruhi suatu kebijakan, penyalahgunaan wewenang, sampai pada indikasi tindak pidana korupsi. Hingga saat ini setidaknya terdapat 3 modus operandi tindak pidana korupsi terkait Dana Sponsor dalam pengelolaan keuangan negara.

Dana Sponsorship Pilkada

Korelasi biaya yang harus dikeluarkan seorang calon kepala daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan kinerja saat akan terpilih terlihat sangat erat dampak yang akan ditimbulkan. Pasalnya Cost Politic dalam pilkada sangat tinggi antara lain rekomendasi partai politik, membayar saksi untuk di TPS, hingga biaya-biaya yang timbul terkait strategi dari masing-masing calon. Menjadi semakin ironis melihat para calon yang berkontestasi banyak yang menggelontorkan dana kampanye yang jumlahnya lebih besar dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diajukan saat pencalonan. Tingginya biaya politik tersebut mengakibatkan para calon kepala daerah memilih alternatif untuk menutupi biaya yang timbul dengan dana sponsor dari pihak ketiga.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan 92% calon kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong, hal ini dapat menjadi hubungan timbal balik yang berakibat korupsi uang sampai korupsi kebijakan pada saat calon kepala daerah tersebut terpilih.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2017 sebagai petunjuk pelaksanaan tentang dana kampanye pilkada 2020 telah mengatur terkait keharusan sumbangan dana kampanye dilengkapi dengan identitas lengkap penyumbang. Selanjutnya Peserta pilkada wajib mencatatnya dalam laporan awal dana kampanye (LADK) yang ditempatkan pada Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) di bank. Namun praktik yang terjadi regulasi tersebut masih terdapat banyak celah hukum khususnya tidak adanya batasan sumbangan dalam bentuk barang dan jasa dan tidak adanya keharusan untuk mencatat sumbangan tersebut ke rekening bank menjadi celah yang disalahgunakan peserta pemilu.

Dana Sponsorship CSR

Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia diatur dalam UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau sering disebut dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Hal ini ditegaskan secara khusus dalam Pasal 74 yang menentukan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Dalam praktiknya, prosedur penyaluran bantuan CSR ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda di beberapa pemerintah daerah, antara lain dengan tanpa mekanisme APBD (penyaluran langsung) dan penyaluran melalui mekanisme APBD. Prosedur tanpa mekanisme APBD adalah penyaluran langsung kepada masyarakat melalui instansi teknis perangkat daerah tanpa harus memasukkan CSR tersebut ke dalam APBD.  Idealnya mekanisme penyaluran CSR yang dilakukan melalui akta hibah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2005 Tentang Hibah Kepada Daerah.   

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait