Kasus Pemidanaan Peternak dan Dekriminalisasi dalam UU Cipta Kerja
Kolom

Kasus Pemidanaan Peternak dan Dekriminalisasi dalam UU Cipta Kerja

​​​​​​​Dekriminalisasi terhadap pelanggaran izin lingkungan yang bersifat formil menunjukkan adanya pembedaan secara ketat sanksi pidana administrasi (administrative penal law) dengan hukum pidana (criminal penal law) dalam penyelenggaraan perizinan berusaha.

Bacaan 4 Menit
Aji Kurnia Dermawan. Foto: Istimewa
Aji Kurnia Dermawan. Foto: Istimewa

Putusan Hakim Pengadilan Negeri Banyumas, Rabu (17/3/2021) yang menjatuhkan vonis pidana penjara terhadap seorang peternak ayam di Banyumas berinisial MS (40) mengundang perhatian khalayak. Terdakwa MS dijatuhi vonis pidana penjara selama 1 tahun dan denda sejumlah Rp1 miliar subsider 1 bulan kurungan. MS dinyatakan bersalah melakukan kegiatan usaha tanpa izin lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat 1 Jo. Pasal 36 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Di satu sisi, putusan hakim dalam perkara MS merupakan bagian dari penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum administrasi di bidang lingkungan hidup. Namun di sisi lain, bagi sebagian kalangan menganggap penyelesaian kasus MS dengan sanksi pidana sebagai upaya yang berlebihan (over criminalizationover penalization). Penilaian ini mendapatkan legitimasi jika disandarkan pada pemikiran yang memandang sanksi pidana sebagai alat terakhir penegakan hukum (criminal law as a measure of the last resort).

Asas Subsidiaritas

Namun jika dicermati lebih lanjut, asas ultimum remedium atau asas subsidiaritas yang menempatkan hukum pidana sebagai upaya terakhir dalam UU PPLH sebenarnya hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan (Penjelasan Umum Angka 6 dan Pasal 100). Sehingga secara a contrario, pelanggaran izin lingkungan dalam Pasal 109 ayat 1 Jo. Pasal 36 ayat 1 yang dijadikan dasar penuntutan dan pemidanaan MS pada dasarnya berlaku asas premium remidium yang mengedepankan sanksi pidana.

Berbeda dengan rezim UU Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah dicabut (UU No. 23 Tahun 1997), penerapan hukum pidana lingkungan hidup saat itu memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu hukum pidana didayagunakan jika sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administratif, sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif, tingkat kesalahan pelaku relatif berat, akibat perbuatannya relatif besar, dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat.

Izin Usaha Peternakan

Berdasarkan tempus delicti, MS mulai diproses hukum pada bulan Juni 2020. Pada saat kasus ini terjadi, selain kewajiban untuk memenuhi izin lingkungan sebenarnya MS harus memenuhi izin usaha peternakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 14 Tahun 2020 tentang Pendaftaran dan Perizinan Usaha Peternakan (Permentan 14/2020). Permentan ini mulai berlaku pada tanggal 20 April 2020 dan merupakan tindak lanjut dari PP No. 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak dan Perpres No. 48 Tahun 2013 tentang Budi Daya Hewan Peliharaan.

Berbeda dengan rezim hukum lingkungan hidup yang mengutamakan penegakan hukum pidana terhadap pelanggaran izin lingkungan hidup, Permentan 14/2020 menggunakan instrumen sanksi administratif dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran izin usaha peternakan. Berdasarkan Permentan 14/2020, budi daya ayam ras petelur yang diusahakan MS sebanyak 15 ribu ekor masuk dalam kategori skala usaha menengah (11.501 - 230.000 ekor) sehingga wajib memiliki izin usaha peternakan (Pasal 9 ayat (2) huruf a dan Lampiran II Nomor 21). Adapun sanksi administratif terhadap pelanggaran izin diatur dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 35 Permentan 14/2020 mulai dari peringatan secara tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha hingga pencabutan izin.

Pendekatan Korektif-Edukatif

Penegakan hukum administrasi khususnya terhadap pelanggaran izin, perlu mempertimbangkan pendekatan yang bersifat korektif dan edukatif, bukan semata-mata bersifat punitif, penghukuman atau pembalasan. Di luar kasus pelanggaran izin lingkungan, MS telah berkontribusi membantu program pemerintah dalam penciptaan lapangan kerja dengan menyerap sekitar 30 tenaga kerja. Di tengah pandemi yang berdampak pada penurunan pendapatan dan pasar tenaga kerja, kegiatan usaha yang dilakukan MS merupakan bagian dari peran sektor usaha menengah yang turut menopang perekonomian nasional.

Tags:

Berita Terkait