Seluk-beluk Jaminan Produk Halal dalam UU Cipta Kerja
Utama

Seluk-beluk Jaminan Produk Halal dalam UU Cipta Kerja

Perubahan yang terdapat dalam UU Cipta Kerja berkenaan dengan sektor halal bertujuan untuk mempercepat dan memperluas layanan sertifikasi halal.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Webinar Hukumonline ‘Kupas Tuntas Regulasi Jaminan Produk Halal Berdasarkan Peraturan Pemerintah UU Cipta Kerja’, Rabu (28/4). Foto: RES
Webinar Hukumonline ‘Kupas Tuntas Regulasi Jaminan Produk Halal Berdasarkan Peraturan Pemerintah UU Cipta Kerja’, Rabu (28/4). Foto: RES

Indonesia sebagai negara mayoritas penduduk muslim berkepentingan besar memiliki aturan jaminan produk halal (JPH). Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai aturan sapu jagad atau omnibus law turut mengatur ketentuan halal. Regulasi turunan JPH ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan JPH.

Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Siti Aminah, menyampaikan rangkaian atau timeline aturan JPH tidak lepas dari UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Kehadiran UU Cipta Kerja tersebut mengubah berbagai ketentuan yang sebelumnya diatur dalam UU 33/2014 dan aturan turunannya, PP 31/2019 tentang Penyelenggaraan JPH.

Dia menjelaskan perubahan yang terdapat dalam UU Cipta Kerja berkenaan dengan sektor halal bertujuan untuk mempercepat dan memperluas layanan sertifikasi halal. Salah satu penyederhanaannya yaitu proses sertifikasi halal secara keseluruhan dipangkas menjadi 21 hari dari sebelumnya 97 hari untuk proses dalam negeri dan 117 hari kerja untuk proses luar negeri.

Sedikitnya, terdapat 22 Pasal dalam UU No. 33 Tahun 2014 yang mengalami perubahan dengan penambahan 2 Pasal baru. Pokok-pokok perubahan tersebut antara lain proses bisnis sertifikasi Halal, kerja sama BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), auditor halal, penyelia halal, peran masyarakat, sertifikat halal, label halal, deklarasi mandiri atau self-declare dan sanksi administratif. (Baca: Perlunya Keberpihakan Pada Konsumen Produk Halal di Aturan Turunan UU Cipta Kerja)

Siti mengatakan dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH berwenang merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH, menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk, melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri, melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal, melakukan akreditasi terhadap LPH, melakukan registrasi Auditor Halal, melakukan pengawasan terhadap JPH, melakukan pembinaan Auditor Halal dan melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

Siti mendorong pelaku usaha mematuhi ketentuan mengenai produk halal tersebut karena memberi kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal.

“Tujuannya memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk. Serta, meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal,” jelas Siti dalam Webinar Hukumonline  "Kupas Tuntas Regulasi Jaminan Produk Halal Berdasarkan Peraturan Pemerintah UU Cipta Kerja, Rabu (28/4).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait