Hukum yang Predictable
Kolom

Hukum yang Predictable

Penalaran hukum yang baik dan prediktabel tersebut terutama harus muncul dalam setiap bentuk peraturan, keputusan/tindakan pemerintahan, dan putusan peradilan sebagai benteng penjaga integrated justice system.

Bacaan 7 Menit
Kolase Sudarsono (kanan) dan Rabbenstain Izroiel (kiri)
Kolase Sudarsono (kanan) dan Rabbenstain Izroiel (kiri)

Nogales adalah sebuah kota di perbatasan Amerika dan Meksiko yang dipisahkan oleh tembok pembatas, di mana kota Nogales sebelah utara menjadi bagian Arizona Amerika, sedangkan sebelah selatannya menjadi bagian Sonora Meksiko. Meski secara geografis, budaya, bahasa dan ras warganya hampir sama, namun kehidupan di antara kedua sisi kota tersebut jauh berbeda. Nogales Amerika jauh lebih maju dan tertib di bandingkan sisi kota sebelahnya, karena hukum di Nogales Amerika lebih konsisten, adil, dan prediktabel, sehingga ditaati oleh semua warga masyarakat.

Hal serupa terjadi di Korea Selatan dan Korea Utara, yang pada dasarnya sejak beribu tahun silam adalah sama, baik secara ras, budaya, bahasa, ekonomi, hingga sistem kenegaraannya. Pada tahun 1945, Uni Soviet menyerbu Jepang yang menjajah Korea, dan atas perintah Stalin membatasi serbuannya hanya sampai di utara garis lintang 38 derajat, yang selanjutnya menjadi negara Korea Utara. Adapun wilayah Korea di sebelah selatan garis lintang 38 derajat selanjutnya menjadi Korea Selatan.

Kini, terdapat perbedaan yang besar dalam bidang ekonomi, politik, dan tertib hukum antara Korea Selatan yang lebih maju dibandingkan dengan Korea Utara. Daron Acemoglu dan James Robinson mencatat bahwa kemajuan Nogales Amerika ataupun Korea Selatan disebabkan oleh perbedaan institusi ekonomi yang ada berikut tata hukum atau perundangan yang memengaruhi mekanisme ekonomi dan insentif yang tersedia bagi rakyatnya (2017:77).

Ilustrasi di atas menunjukkan eratnya keterkaitan antara hukum, tertib masyarakat, dan kemajuan suatu bangsa. “Ubi societas ibi ius”, demikian adagium klasik yang menunjukkan hukum berkembang bersama dengan perkembangan peradaban masyarakat. Atau dengan kata lain, apabila hukumnya baik, maka masyarakat juga akan baik, demikian pula sebaliknya. Hukum yang baik, dalam perspektif perbandingan di atas, adalah hukum yang adil dan prediktabel, yaitu koheren dan konsisten, sehingga warga masyarakat (termasuk para inovator dan investor) akan tahu dengan pasti apa yang menjadi hak dan kewajibannya, serta akan memperoleh perlindungan hukum apabila hak hukumnya tersebut dilanggar.

Sampai pada titik ini terbaca pentingnya kedudukan hukum dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Bernard Arief Sidharta menyatakan bahwa inti hukum terletak pada penalaran hukum (2013: 82). Penalaran hukum sendiri berkaitan erat dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana kata Oliver W. Holmes Jr, “an ideal system of law should draw its postulates and its legislative justification from science”. Untuk itu, tulisan tentang hukum yang prediktabel ini ini akan membahas: (1) hukum dan ilmu pengetahuan; (2) penalaran hukum: tantangan dan peluangnya di Indonesia dewasa ini.

Hukum dan Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan pembentukannya, hukum dapat dipilah menjadi hukum alami dan hukum artifisial (B. Arief Sidharta, 2013: 15). Hukum alami terbentuk secara spontan di dalam kesadaran hukum masyarakat, yang berakar dari akal budi dan rasa keadilan setiap orang, tidak tertulis, sebagai tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Misalnya, hukum menghendaki penghormatan atas jiwa dan tubuh manusia, sehingga tindakan seseorang yang secara sepihak melukai orang lain pasti dianggap melanggar hukum dalam pandangan semua manusia. Hukum alami sangat erat kaitannya dengan norma moral, dan dapat ditemukan dalam komunitas manusia manapun.

Dalam perkembangannya, struktur masyarakat semakin kompleks, mulai dari terbentuknya kawanan (band), kesukuan (tribe), kedatuan (chiefdom), hingga menjadi negara (state). Menghadapi masyarakat yang semakin kompleks tersebut, hukum alami yang tidak tertulis tidak akan sanggup menghadirkan kepastian dan stabilitas di masyarakat. Untuk itu, disusunlah hukum tertulis oleh raja ataupun lembaga negara penyusun undang-undang.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait