Cek Saldo dan Tarik Tunai di ATM Link Bakal Kena Biaya, KKI: Memberatkan Nasabah!
Terbaru

Cek Saldo dan Tarik Tunai di ATM Link Bakal Kena Biaya, KKI: Memberatkan Nasabah!

Tindakan pengenaan biaya dinilai tindakan sewenang-wenang terhadap nasabah/konsumen dan terkesan perbankan ingin mencari keuntungan berlebih dari nasabah.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David ML Tobing. Foto: RES
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David ML Tobing. Foto: RES

Mulai 1 Juni, biaya transaksi cek saldo dan tarik tunai tidak gratis lagi untuk nasabah 4 bank plat merah, yakni BRI, BNI, Mandiri dan BTN. Ini dikarenakan berakhirnya masa pengenalan ATM Merah Putih atau ATM dengan tampilan ATM Link sejak pertama kali diperkenalkan pada Desember 2015.

Namun, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) David ML Tobing mewakili Konsumen Indonesia menolak rencana PT Jalin Pembayaran Nusantara bersama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tersebut.

“Jalin dan Himbara tidak bijak kalau memang akan memberlakukan biaya-biaya tersebut yang sebelumnya gratis hal ini memberatkan Nasabah,” kata David dalam keterangan persnya, Jumat (21/5).

David menyatakan pihaknya dengan tegas menolak rencana tersebut dan telah menyampaikan keberatan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada Jumat (21/5). (Baca: Debt Collector yang Menarik Kendaraan Secara Paksa Bisa Dipidana)

Menurut David, kebijakan tersebut layak ditolak karena memberatkan nasabah di Indonesia. Padahal, tujuan awal diadakannya ATM Link adalah mempermudah nasabah Indonesia dalam melakukan transaksi melalui ATM secara efisien dan efektif agar tidak terlalu banyak pengadaan ATM.

David menjelaskan UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah diatur mengenai larangan perubahan aturan secara sepihak oleh pelaku usaha. Hal ini tercantum dalam Pasal 18 huruf g UU Perlindungan Konsumen dan Surat Edaran OJK No.13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku.  

“Kalau dilanggar itu terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak dua miliar,” kata David menerangkan Pasal 62 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen.

Tags:

Berita Terkait