Menimbang Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase dan Pengadilan
Terbaru

Menimbang Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase dan Pengadilan

Pelaku usaha disarankan untuk mengantisipasi penyelesaian sengketa sejak awal dalam perjanjian bisnis.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dapat menjadi pilihan bagi pelaku usaha menyelesaian sengketa bisnis selain peradilan umum. Putusan BANI sembagai lembaga arbitrase memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Pengadilan Negeri Perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu, putusan tersebut merupakan pertama dan terakhir serta mengikat para pihak. Lembaga arbitrase juga dapat meminta bantuan pelaksanaan putusan melalui pengadilan.

Sekretaris I BANI, Eko Dwi Prasetyo menjelaskan terdapat perbedaan proses penyelesaian sengketa antara BANI dengan pengadilan. Penyelesaian sengketa pada BANI bersifat tertutup dari publik sehingga rahasia bisnis pelaku usaha dapat terlindungi. Selain itu, penyelesaian sengketa BANI juga bersifat fleksibel, cepat dan tidak berjenjang. Kemudian, penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga diputus oleh ahli yang dapat dipilih para pihak dan tidak dibatasi yurisdiksi negara.

Eko mengatakan para pihak yang bersengketa dapat memilih penyelesaian arbitrase meski perjanjian arbitrase dibuat setelah terjadi sengketa. Perjanjian sengketa tersebut merupakan keharusan yang dibuat secara tertulis. Perjanjian sengketa itu berisi kesepakatan para pihak untuk membawa sengketa yang akan atau telah terjadi ke arbitrase. Istilah perjanjian sengketa disebut akta kompromis. (Baca Juga: Eksekusi Arbitrase Terkendala, Usulan Ini Mungkin Bisa Menjadi Solusinya)

“Proses adjudikasi penyelesaian sengketa umumnya diketahui lewat pengadilan namun sekarang ada arbitrase yang punya kewenangan sama. Karena punya sifat yang sama maka harus dipilih salah satu. Dalam klausula perselisihan ini dipilih dua-duanya ini tidak boleh. Jika ingin pengadilan maka pilih pengadilan jika ingin arbitrase maka pilih arbitrase. Atau tidak dipilih sama sekali maka otomatis pengadilan,” jelas Eko dalam Kuliah Umum “Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: Hukum Acara BANI” yang diselenggarakan oleh Transnational Business Law Department, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Kamis (27/5).

Salah satu kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase yaitu perkara ditangani arbiter yang ahli dan kompeten pada bidang usaha yang dipermasalahkan. Dalam Pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ditentukan salah satu syarat untuk dapat diangkat sebagai seorang arbiter, yaitu memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun.

Hukumonline.com

Tidak hanya itu, Eko menambahkan syarat seorang arbiter harus bebas kepentingan dan tidak memiliki hubungan keluarga dan keuangan dengan para pihak yang bersengketa. Para pihak, pemohon dan termohon, masing-masing dapat menunjuk arbiter yang dipercaya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup menangani perkara tersebut.

Para pelaku usaha disarankan untuk mengantisipasi penyelesaian sengketa sejak awal dalam perjanjian bisnis. Antisipasi tersebut dilakukan dengan memuat klausul pemilihan forum penyelesaian sengketa dalam perjanjian bisnis. “Walaupun sengketa biasanya terjadi di hilir namun harus dipikirkan di hulu. Pihak terkaget-kaget saat terjadi sengketa padahal sudah harus dipikirkan di awal. Biasaya mereka sudah pikirkan di depan maka potential loss sudah diminimalisir,” jelas Eko.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Idris menyampaikan penyelesaian sengketa arbitrase berkembang pesat saat ini. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, dia merasa perlu terdapat pembaruan UU 30/1999. “Arbitrase terus berkembang pesat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaharuan undangan-undang no 30 Tahun 1999 agar dapat sejalan dengan perkembangan Hukum Arbitrase yang dinamis,” jelas Idris.

Dia juga menyambut positif peran BANI dalam mengembangkan arbitrase sebagai penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Dalam kuliah umum yang dimoderatori dosen dan peneliti Pusat Studi Hukum Perdagangan Internasional dan Arbitrase FH Unpad, Mursal Maulana dan dihadiri Ketua Program Studi S1 FH Unpad, Anita Afriana serta para dosen FH Unpad Prita Amalia, Enni Soerjati dan M Amirulloh.

Tags:

Berita Terkait