Rekontruksi Konsep Rechtsverwerking di Luar Sengketa Tanah
Kolom

Rekontruksi Konsep Rechtsverwerking di Luar Sengketa Tanah

Dalam konteks due process of law, penerapan asas rechtsverweking dalam tuntutan perdata maupun tuntutan administrasi sangat penting.

Bacaan 5 Menit
Agung Hermansyah. Foto: Istimewa
Agung Hermansyah. Foto: Istimewa

Dalam peradilan Indonesia, eksistensi asas rechtsverweking sangat familiar dalam hukum adat dan yurisprudensi, khususnya dalam perkara perdata sengketa tanah. Istilah rechtsverwerking sendiri diartikan sebagai hilang atau lepasnya hak seseorang karena tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Menurut J. Satrio, rechtsverwerking  diartikan merelakan hak dan merupakan suatu pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak mau lagi menggunakan hak yang dipunyainya.

Dalam literatur hukum positif Indonesia, konsep rechtsverweking salah satunya terdapat dalam Ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP No 24 Tahun 1997 dalam frasa "....pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam jangka waktu (5) lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut".

Sedangkan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung penerapan konsep rechtsverweking salah satu rujukannya adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 210/K/Sip/1955 (Kasus di kabupaten Pandeglang, Jawa Barat) yang berbunyi "Gugatan tidak dapat diterima, oleh karena para penggugat dengan mendiamkan selama 25 tahun dianggap telah menghilangkan haknya (rechtsverwerking)".

Baik dalam PP Pendaftaran Tanah maupun Yurisprudensi Mahkamah Agung, dapat diketahui dan ditarik kesimpulan bahwa penekanan penggunaan konsep rechtsverweking bukanlah menyangkut soal masalah jangka waktu (daluwarsa), melainkan upaya dan/atau tindakan pihak tertentu dalam memperjuangkan dan mempertahankan haknya tersebut dalam kurun waktu itu. Apabila dia tidak melakukan serangkaian upaya atau tindakan apapun guna memperjuangkan dan mempertahankan haknya tersebut, itu berarti dia sudah tidak lagi mempergunakan suatu hak dan pihak tersebut kehilangan haknya untuk menuntut kembali.

Rechtsverwerkingdi Luar Sengketa Tanah

Meskipun penggunaan konsep rechtsverweking sangat eksis dalam perkara sengketa tanah, bukan berarti konsep rechtsverweking tersebut tidak bisa diterapkan pada perkara di luar sengketa tanah, karena konsep pelepasan hak dalam teori hukum perdata berlaku universal dalam hubungan hukum keperdataan.

Konsep rechtsverweking sendirisangat bias dijumpai dalam kebiasaan sehari-hari. Dalam peristiwa-peristiwa sederhana misalnya dalam perkara jual beli mobil bekas, ketika seseorang membeli mobil bekas, yang mana mobil bekas itu dikatakan mulus oleh si penjual, kemudian sesampainya di rumah pembeli memeriksa dan menemukan ternyata ada cacat tersembunyi pada mobil bekas tersebut, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1504 KUHPerdata bahwa penjual harus menjamin terhadap cacat tersembunyi, tetapi si pembeli tidak mempersoalkannya, tidak melakukan komplain kepada penjual dan memakainya begitu saja, maka dengan demikian secara mutatis mutandis pembeli tersebut telah melepaskan haknya (rechtsverweking) untuk menuntut haknya terhadap cacat tersembunyi tersebut.

Sementara, secara in concreto, penggunaan konsep rechtsverweking juga dapat digunakan dalam kasus pemberhentian karyawan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum seperti dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.207/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel, perkara antara JAD seorang managing director (in casu Penggugat) yang melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum kepada MA dan PT GIM, sebuah perusahaan otomotif tempatnya bekerja (in casu Tergugat). Meskipun majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak menyinggung tentang konsep rechtsverweking, tetapi menurut keterangan ahli dari Prof.Nindyo Pramono dalam perkara tersebut, bahwa tindakan Penggugat dalam jangka waktu tertentu yang cukup lama, di mana Penggugat dijanjikan menjadi direktur oleh Tergugat, namun dia tidak menuntut janji dari tergugat tersebut, maka Penggugat telah melapas haknya sesuai dengan doktrin rechtsverweking. Dengan kata lain menurut teori a quo, Penggugat sebenarnya menerima kondisi itu dan tidak menuntut haknya yang pernah dijanjikan oleh tergugat.

Tags:

Berita Terkait