Berbagai Masalah Pidana Korporasi di RKUHP Menurut Para Ahli
Utama

Berbagai Masalah Pidana Korporasi di RKUHP Menurut Para Ahli

Pakar pertanyakan hilangnya partai politik dari definisi korporasi.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Berbagai Masalah Pidana Korporasi di RKUHP Menurut Para Ahli
Hukumonline

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang beredar saat ini khususnya September 2019 ternyata masih banyak kekurangan, terutama berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan korporasi. Kekurangan yang dimaksud mulai dari definisi, frasa kata yang ada dalam aturan tersebut, kompleksitas pemidanaan hingga hilangnya salah satu unsur yang seharusnya masuk dalam kategori korporasi.

Dosen hukum pidana Universitas Airlangga, Maradona mengatakan dalam KUHP yang berlaku saat ini memang tidak mengakui korporasi sebagai subyek pidana. Dinamika pemidanaan terhadap korporasi baru ramai terjadi pada medio 2010 keatas khususnya setelah ada UU Pencucian Uang, hingga Perma Pemidanaan Korporasi yang dibuat Mahkamah Agung pada 2016 lalu.

Maradona berpendapat sebenarnya RKUHP ini cukup baik untuk menyatukan sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada tentang pemidanaan korporasi. Namun sayangnya ada sejumlah kendala dan masalah yang ada dalam RKUHP ini yang justru berpotensi menimbulkan kompleksitas dalam penerapannya nanti.

Salah satu masalah tersebut menurutnya berkaitan dengan tidak adanya ketentuan peralihan. “Tidak ada aturan ketentuan peralihan maupun ketentuan penutup. Ini menambah kompleksitas, akan menciptakan belantara kompleksitas sendiri, di rezim UU begini, di RKUHP begini makanya bisa disinkronkan,” ujar Maradona dalam diskusi Webinar Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP dengan tema Tindak Pidana Korporasi, Sabtu (21/5).

Jika hal itu terus terjadi, ujar Maradona dikhawatirkan akan ada aturan hukum yang tumpeng tindih satu sama lain. Ia mencontohkan hukum pidana Belanda yang pada tahun 76 dalam UU perubahan Pasal 51 WVS yang baru diberlakukan maka Pasal 15 WOED dicabut, sehingga aturan hukum yang berlaku menjadi tunggal.

Sementara dalam sistem pemidanaan juga diperlukan mekanisme penyelesaian diluar pengadilan yang sayangnya ketentuan seperti itu belum diberlakukan untuk pemidanaan korporasi. Ia kembali mencontohkan pada suatu perkara di negara lain yang korporasinya mau membayar denda sebesar 775 juta euro tanpa harus dibawa ke pengadilan.

“ABN Amro itu pada kasus 2021 kemarin mau membayar denda 330 + 180 juta euro untuk denda. Karena jaksanya bilang mereka punya bukti pidana pencucian uang kalau tidak membayar denda. Pemidanaan korporasi ini sebenarnya bermuara kan ke denda,” terangnya.

Tags:

Berita Terkait