Kewenangan PTUN Mengadili Tiga Bentuk Tindakan Pemerintah
Terbaru

Kewenangan PTUN Mengadili Tiga Bentuk Tindakan Pemerintah

“UU Administrasi Pemerintahan memberi PTUN kewenangan mengadili keputusan pemerintah dan juga mengadili tindakan administrasi termasuk mengadili OOD.”

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Gedung PTUN Jakarta. Foto Ilustrasi: Dokumen Hol
Gedung PTUN Jakarta. Foto Ilustrasi: Dokumen Hol

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Rosa Agustina mengatakan setelah terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad (OOD), semua perbuatan melawan hukum pemerintah diimpahkan di PTUN.

“Sebelum adanya Perma No.2 Tahun 2019, OOD merupakan kewenangan Pengadilan Negeri (PN). Namun, setelah lahirnya Perma, perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah diajukan gugatan ke PTUN. Sebelumnya OOD diatur daam Pasal 1365 BW yang menjadi kewenangan PN,” kata Rosa dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) Penelitian berjudul Perluasan Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Pemerintah (Onrechmatige Overheidsdaad-OOD), yang digelar Balitbang Diklatkumdil MA, belum lama ini. (Baca Juga: Perpres Fiktif Positif Belum Terbit, Advokat Ini Gugat Presiden ke PTUN)

Seperti diketahui, terbitnya Perma No. 2 Tahun 2019 ini guna mengadili perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pejabat pemerintahan. Perma ini sebagai tindak lanjut UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Perma No. 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif. Dalam Perma ini ditentukan perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan merupakan tindakan pemerintahan, sehingga menjadi kewenangan mengadili PTUN dalam pengadilan tingkat pertama.

Rosa mengutip pandangan Rutten, bahwa dalam negara hukum setiap warga harus mendapatkan perlindungan hukum terhadap penerapan UU yang salah, terhadap pelampauan wewenang atau tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa (pemerintah). Pada tahun 1924, sejarah Onrechtmatige overhiedsdaad tercermin dalam kasus Fockema A Dreae dinamakan November Revolutie. Dalam putusan ditentukan bahwa apabila pejabat pemerintah melanggar suatu UU, maka ia melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum. Walaupun UU tersebut termasuk dalam ranah hukum publik dan pelanggaran UU itu sama sekali tidak ada hak perseorangan (subjectief rect) yang dilanggar.

Ia menjelaskan pemerintah mempergunakan wewenang yang diberikan kepadanya berhubungan dengan penyelenggaraan salah satu kepentingan umum untuk menjamin terlaksananya atau penyelenggaraan kepentingan umum yang lainnya.
“Penguasa telah melakukan PMH bilamana penguasa telah menggunakan kewenangannya untuk tujuan lain selain dari tujuan dan wewenang diberikan padanya,” ujarnya.

Dosen Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Harsanto Nursadi mengatakan kompetensi OOD di PTUN sebagai amanat UU No. 30 Tahun 2014 yang memberi jaminan perlindungan kepada setiap warga masyarakat untuk mengajukan keberatan dan banding terhadap keputusan dan/atau tindakan badan dan/atau pejabat pemerintahan atau atasan perjabat yang bersangkutan.

“Lalu, mengajukan gugatan terhadap keputusan dan/atau tindakan badan dan/atau pejabat pemerintahan itu ke PTUN karena UU No. 30 Tahun 2014 merupakan hukum materil dari sistem PTUN. Tindakan pemerintah yang merugikan, maka kompetensi PTUN untuk mengadilinya,” kata dia dalam kesempatan yang sama.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait