5 Langkah yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penanganan Pengungsi
Terbaru

5 Langkah yang Perlu Dilakukan Pemerintah dalam Penanganan Pengungsi

Pemberdayaan ekonomi pengungsi, memperkuat kerangka hukum penanganan pengungsi; melakukan kajian pemberdayaan ekonomi pengungsi yang melibatkan masyarakat sipil dan kalangan akademisi; memperkuat Satgas Nasional Penanganan Pengungsi; melibatkan para pengungsi, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam pembahasan regulasi dan lain-lain.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Suasana pemindahan ratusan pengungsi dari Afghanistan, Pakistan, Sudan, dan Somalia di Jakarta pada Juli 2019 lalu. Foto: RES
Suasana pemindahan ratusan pengungsi dari Afghanistan, Pakistan, Sudan, dan Somalia di Jakarta pada Juli 2019 lalu. Foto: RES

Dalam rangka Hari Pengungsi Sedunia pada 20 Juni 2021, SUAKA dan JRS Indonesia menekankan pendekatan pemberdayaan ekonomi untuk pengungsi di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu solusi yang inovatif dan inklusif dalam penanganan pengungsi di Indonesia untuk diterapkan dalam mengantisipasi situasi kepengungsian berkepanjangan yang sedang dialami sekarang ini.

Menurut data UNHCR, sekitar 26 juta pengungsi di dunia saat ini menanti solusi jangka panjang (durable solution) yang dapat mereka manfaatkan. Salah satu solusi jangka panjang yang sangat dinanti oleh para pengungsi adalah penempatan ke negara ke-3 (resettlement). Sayangnya tingkat resettlement dunia akibat krisis kepengungsian hanya dapat dialami oleh 1% dari total pengungsi dunia. Jadi, hanya 1 dari 2.600 orang dapat meneruskan hidupnya dengan masa depan yang lebih aman dan pasti.

“Tingkat resettlement rendah karena intensitas konflik di berbagai belahan dunia berkepanjangan. Bahkan meningkat, juga karena sentimen xenophobia, anti-migran atau diskriminasi ras meningkat. Minimnya kesempatan resettlement ini membuat mayoritas pengungsi terjebak dalam keadaan transit (stuck in transit) dan ketidakpastian (stuck in limbo),” ujar Peneliti SUAKA, Rizka Rachmah dalam keterangan persnya yang diterima Hukumonline, Senin (21/6/2021).  

Dalam pandangan SUAKA dan JRS, keadaan di atas berdampak bagi 13.549 pengungsi yang saat ini ada di Indonesia. Bagi SUAKA dan JRS, penanganan pengungsi yang mengandalkan bantuan material/finansial tak hanya tidak berkelanjutan, namun juga tidak memberdayakan para pengungsi. Salah satu langkah yang tepat adalah melakukan pemberdayaan ekonomi dalam kerangka inklusi sosial.

“Pemberdayaan ekonomi para pengungsi ini juga dapat berkontribusi terhadap pembangunan daerah dalam perspektif tata kota melalui kolaborasi dengan masyarakat lokal,” kata Rizka. (Baca Juga: Tiga Tantangan Penanganan Pengungsi di Indonesia)

Inklusi sosial merupakan upaya menempatkan martabat dan kemandirian individu sebagai modal utama untuk mendekati kualitas hidup yang ideal. Hal ini merupakan hak asasi setiap orang. Apabila akses dan partisipasi dalam berbagai aktivitas kehidupan masyarakat lokal diberikan kepada para pengungsi, mereka dapat berkontribusi positif dalam pembangunan masyarakat di daerah tempat mereka tinggal. 

Atas dasar itu, SUAKA dan JRS merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah-langkah berikut dalam penanganan pengungsi. Pertama, melakukan langkah tindak lanjut secara nyata untuk membuat program pemberdayaan ekonomi pengungsi sesuai dengan janji (pledge) yang dikemukakan perwakilan delegasi RI di Global Refugee Forum 2019 Genewa, yang diwakili oleh Ibu Meutya Hafid, Ketua Komisi I DPR RI.

Kedua, memperkuat kerangka hukum penanganan pengungsi di Indonesia dengan membuat regulasi yang mengutamakan pemenuhan hak-hak dasar, seperti hak atas pendidikan, hak atas akses kesehatan (termasuk vaksin Covid-19) dan hak atas penghidupan yang layak. Hal ini mengingat Perpres No.125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, tidak mengatur perlindungan dan pemenuhan hak pengungsi,

Ketiga, melakukan berbagai kajian pemberdayaan ekonomi pengungsi yang bekerja sama dengan masyarakat sipil dan kalangan akademisi untuk memperoleh data berbasis bukti yang kemudian dikembangkan menjadi program yang konkret dan dapat diaplikasikan. Keempat, memperkuat Satgas Nasional Penanganan Pengungsi untuk memimpin penanganan pengungsi baik di tingkat pusat maupun daerah. Satgas sangat perlu menjalankan fungsi koordinasi dan komunikasi agar wewenang dan peran antara masyarakat sipil dengan kementerian/lembaga yang relevan tidak tumpang tindih.

Kelima, melibatkan para pengungsi, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam pembahasan regulasi, perencanaan program pemberdayaan ekonomi dan peran-peran aktif yang lain untuk melibatkan seluruh masyarakat (whole society approach)(Baca Juga: Asa Pencari Suaka)

Tags:

Berita Terkait