Lagi, UU Minerba Kembali Dipersoalkan ke MK
Utama

Lagi, UU Minerba Kembali Dipersoalkan ke MK

Ada 4 kelompok pasal-pasal yang diuji materi dalam UU Minerba yakni kewenangan pemerintah daerah yang ditarik ke pusat; jaminan penetapan wilayah tambang; ketentuan pidana untuk mengkriminalkan masyarakat penolak tambang; dan menjamin kontrak pertambangan. Para pemohon berharap MK memutus perkara ini sesuai konstitusi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan masyarakat yang terdampak aktivitas pertambangan mengajukan uji materi terhadap UU No.3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Salah satu pemohon, Peneliti PWYP, Aryanto Nugroho, menilai UU Minerba memuat berbagai substansi yang memberi karpet merah bagi oligarki (korporasi) bidang tambang.

Misalnya, pemegang Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan habis masa berlakunya dapat beralih menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa lelang. Bahkan diberikan jaminan perpanjangan dan luas wilayah pertambangan tidak perlu dikecilkan.

Aryanto mengatakan UU Minerba sebelumnya mengatur kontrak yang habis wilayah konsesi harus dikembalikan lagi kepada negara. Kemudian perusahaan tersebut harus mengikuti lelang. Tapi sekarang Perubahan UU Minerba menjamin perpanjangan kontrak secara otomatis selama 2 kali 10 tahun dan dapat diperpanjang lagi sampai komoditas tambang di wilayah itu habis. Luas wilayah konsesi juga tidak dibatasi lagi, yang penting mendapat persetujuan menteri (pemerintah pusat).  

“Posisi negara jatuh karena kontrak yang habis tidak dikembalikan ke negara untuk dilakukan lelang, tapi sekarang perpanjangan otomatis,” kata Aryanto dalam diskusi secara daring, Senin (21/6/2021). (Baca Juga: Pandangan Ahli Soal Pengujian Formil di Sidang Uji UU Minerba)

Pemohon lain, Direktur LBH Bandung, Lasma Natalia, menilai UU Minerba menambah parah persoalan sektor tambang yang selama ini menumpuk dan tak pernah diselesaikan. Ketentuan UU Minerba semakin melancarkan perusahaan tambang untuk merusak lingkungan hidup dan merampas ruang hidup rakyat. Ditariknya kewenangan pemerintah daerah ke pusat semakin menjauhkan masyarakat terdampak untuk menyampaikan aspirasi mereka pada pemerintah daerah setempat.

Lasma mengatakan pasal-pasal UU Minerba yang diuji ke MK meliputi 4 kelompok besar. Pertama, terkait kewenangan pemerintah daerah yang beralih ke pemerintah pusat. Penarikan kewenangan ini menghambat akses masyarakat daerah yang berhadapan langsung dengan wilayah pertambangan untuk menyuarakan keluhan mereka. Kedua, UU Minerba menjamin tidak ada perubahan terhadap wilayah yang sudah ditetapkan sebagai daerah tambang. Padahal, faktanya terjadi perubahan daya dukung dan tampung pada wilayah tambang yang seharusnya (setiap berakhirnya izin usaha, red) dilakukan evaluasi.

Ketiga, uji materi dilakukan terhadap ketentuan pidana UU Minerba yang rawan disalahgunakan untuk mengkriminalisasi warga yang menolak kegiatan usaha wilayah pertambangan yang telah ditetapkan. Misalnya, Pasal 162 UU Minerba mengancam pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta untuk setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan. Keempat, pasal yang memandatkan negara menjamin perpanjangan KK dan PKP2B menjadi IUPK.

Tags:

Berita Terkait