Janji Promo Tak Dipenuhi Developer, Ini yang Bisa Dilakukan Konsumen
Terbaru

Janji Promo Tak Dipenuhi Developer, Ini yang Bisa Dilakukan Konsumen

Konsumen atau pembeli dapat mengambil beberapa upaya hukum jika developer tidak menepati janji promo.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Dalam dunia marketing, promosi merupakan strategi yang biasa dilakukan untuk menarik minat konsumen. Hal ini hampir dilakukan oleh seluruh pelaku usaha, termasuk sektor perumahan. Bebagai macam promo ditawarkan oleh developer semisal janji promo mendapatkan pinjam pajak apartemen selama 2 tahun jika mencicil 5% DP (down payment) atau uang muka.

Promosi adalah upaya untuk memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa pada dengan tujuan menarik calon konsumen untuk membeli atau mengkonsumsinya. Dengan adanya promosi, produsen atau distributor mengharapkan kenaikannya angka penjualan.

Namun bagaimana jika pelaku usaha mengingkari janji promo yang ditawarkan kepada konsumen di awal? Apa yang bisa dilakukan oleh konsumen?

Menurut Ketua Program Studi International Business Law Program Universitas Prasetiya Mulya Tri Harnowo dalam klinik Hukumonline “Developer Tak Tepati Janji Promo, Ini yang Bisa Dilakukan Pembeli”, janji promosi merupakan suatu perjanjian, karena definisi perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. (Baca: 4 Hal yang Membuat Pengaduan Konsumen Perumahan Marak)

Berdasarkan asas konsensualitas, perjanjian tidak harus dibuat dalam bentuk tertulis. Namun, bentuk tertulis perjanjian diperlukan untuk menguatkan pembuktian di pengadilan. Perjanjian telah sah dalam arti mengikat apabila sudah terjadi kesepakatan mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut.

Asas konsensualitas tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tentang syarat-syarat sahnya perjanjian yang berbunyi: “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat; kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu suatu sebab yang tidak terlarang.”

Namun asas konsensualitas ini terdapat pengecualian misalnya untuk perjanjian-perjanjian tertentu harus mempunyai bentuk formal, seperti penyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata harus dengan akta otentik atau dilakukan di bawah tangan, kemudian pengalihan atas tanah dan pemberian hak tanggungan harus dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait