Mengenali Modus Persekongkolan dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Utama

Mengenali Modus Persekongkolan dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Bermula dari proses tender yang bermasalah. Mulai adanya pelanggaran adminsitratif, persaingan usaha tidak sehat, hingga berujung korupsi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Sejumlah narasumber dalam webinar Hukumonline bertajuk 'Memahami Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa bagi Pelaku Bisnis', Rabu (14/7/2021) di Jakarta. Foto: RES
Sejumlah narasumber dalam webinar Hukumonline bertajuk 'Memahami Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa bagi Pelaku Bisnis', Rabu (14/7/2021) di Jakarta. Foto: RES

Proses pengadaan barang dan jasa di kementerian, lembaga, atau pemerintahan daerah memberi peluang pelaku usaha mendapatkan pengerjaan sebuah proyek. Tapi sayangnya, praktiknya kerap menimbulkan persoalan yang berujung kasus hukum. Untuk itu, perlu memahami risiko hukum dalam proses pengadaan barang dan jasa bagi panitia penyelenggara ataupun peserta tender.

Partner Assegaf Hamzah & Partner Farid Fauzi Nasution menilai risiko hukum dalam pengadaan barang dan jasa tak lepas dari tiga hal. Pertama, persaingan usaha untuk mendapatkan pekerjaan sebagai penyedia jasa pengadaan melalui tender. Kedua, terjadinya pelanggaran administratif peraturan dalam pelaksaan proses tender. Ketiga, potensi korupsi atau gratifikasi. Untuk itu, setiap pelaksanaan proses tender pengadaan barang dan jasa harus dilakukan secara fair.

“Kalau tidak fair, ada risiko hukum bagi melanggar,” ujar Farid Fauzi Nasution dalam webinar Hukumonline bertajuk “Memahami Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa bagi Pelaku Bisnis”,Rabu (14/7/2021) di Jakarta. (Baca Juga: UMKM Berpeluang Ikut Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Hingga Rp15 Miliar)

Dia melihat banyak kasus tindak pidana korupsi bermula dari proses tender yang bermasalah. Misalnya, terdapat pelanggaran administrasi yang berujung persaingan usaha tidak sehat atau menimbulkan indikasi adanya tindak pidana korupsi. “Atau dapat berujung kedua-keduanya. Tapi, indikasi awalnya terkait aturan awal pelaksanaan tender,” kata dia.  

Misalnya sejak awal prosesnya sudah sesuai dengan aturan, tapi di belakang ternyata prosesnya telah diatur oleh pemenang tender. Ujungnya terdapat praktik gratifikasi yang melibatkan peserta tender dan panitia penyelenggara tender. Praktik persekongkolan dalam proses tender sering terjadi. Tender merupakan tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan untuk pengadaan barang atau untuk menyediakan jasa tertentu.  

Farid mengingatkan larangan pelaku usaha bersekongkol termasuk dalam proses pengadaan barang dan jasa diatur. Hal ini diatur dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 ini menyebutkan, “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”

Mantan Kepala Subdirektorat Penggabungan dan Pengambilalihan Komisi Persaingan Usaha (KPPU) itu paham betul praktik persengkongkolan dalam proses tender. Cakupan tender tak melulu berada di pemerintahan pusat dan daerah, namun juga di sektor swasta. Menurutnya, praktik persengkongkolan ada tiga macam.  

Tags:

Berita Terkait