Menaker Beberkan 3 Cara Perusahaan Sektor Esensial Hadapi PPKM Darurat
Utama

Menaker Beberkan 3 Cara Perusahaan Sektor Esensial Hadapi PPKM Darurat

Mulai dari pembagian mekanisme kerja dari kantor (WFO) dan kerja dari rumah (WFH); mengurangi penumpukan shift kerja; atau menerapkan 2 hari kerja 1 hari libur.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Menaker Ida Fauziyah. Foto: ADY
Menaker Ida Fauziyah. Foto: ADY

Pemerintah telah memperketat kegiatan operasional di sejumlah sektor industri dan membaginya dalam beberapa kategori yakni sektor esensial, kritikal, dan non esensial. Mengacu Instruksi Menteri Dalam Negeri No.15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali yang diperbarui melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri No.19 Tahun 2021, sektor esensial seperti keuangan dan perbankan diberlakukan 50 persen maksimal work from office (WFO).

Pada sektor pemerintahan yang memberikan pelayanan publik yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya diberlakukan 25 persen maksimal WFO. Sektor kritikal seperti energi, kesehatan, keamanan, logistik diberlakukan 100 persen maksimal WFO. Guna memaksimalkan penanganan pandemi Covid-19, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengimbau kepada perusahaan terutama di sektor esensial untuk memperketat waktu kerja.

"Menanggapi situasi dunia usaha dalam masa PPKM Darurat ini, maka dibutuhkan penyesuaian terkait jumlah pekerja di perusahaan, pelaksanaan prokes di tempat kerja, penyesuaian waktu kerja, dan dampaknya terhadap hak-hak pekerja," kata Ida Fauziyah dalam keterangannya, Rabu (14/7/2021) kemarin. (Baca Juga: Pemerintah Revisi Pengaturan Kerja di Kantor Selama PPKM Darurat)

Ida mengatakan sepanjang memenuhi kriteria yang diatur dalam Instruksi Mendagri itu perusahaan yang masuk kategori esensial dapat membuat opsi untuk memaksimalkan proses produksi. Dia mencatat sedikitnya ada 3 cara yang dapat dilakukan perusahaan. Pertama, para pekerja/buruh hanya bekerja 15 hari dalam 1 bulan. Bisa dilakukan dengan 15 hari bekerja secara WFO dan 15 hari WFH.

Kedua, menerapkan shift kerja agar tidak terjadi penumpukan pekerja/buruh pada shift yang sama. Ketiga, melakukan pekerjaan secara 2 hari kerja dan 1 hari libur. Bisa juga perusahaan merampingkan divisi/unit kerja yang bukan inti atau yang tidak membutuhkan pekerja sebesar pada masa sebelum pandemi, sehingga jumlah pekerja/buruh di unit inti dapat maksimal. Perusahaan juga dapat melakukan cara lain sesuai dengan karakter proses produksi masing-masing.

"Opsi-opsi ini dimaksudkan agar perusahaan dapat beroperasi semaksimal mungkin dalam situasi PPKM, sehingga ekonomi dapat tetap berjalan," kata Ida.

Menurut Ida, berbagai penyesuaian tersebut harus dibuat berdasarkan kesepakatan dengan perwakilan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh. Cara apapun yang dipilih Ida menekankan paling penting pelaksanannya dapat berjalan aman dan kondusif serta menerapkan protokol kesehatan ketat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait