Penyebab RUU Masyarakat Hukum Adat Mangkrak di DPR
Terbaru

Penyebab RUU Masyarakat Hukum Adat Mangkrak di DPR

Ada kekhawatiran RUU MHA akan menghambat pembangunan dan kegiatan bisnis korporasi besar. Karena itu, meski RUU Masyarakat Hukum Adat sudah diselesaikan Baleg DPR sejak 4 September 2020, tapi tidak pernah diparipurnakan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi kayu dari hutan adat di Indonesia. Foto: Hol
Ilustrasi kayu dari hutan adat di Indonesia. Foto: Hol

Berbagai organisasi masyarakat sipil terus mendorong pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA). RUU MHA beberapa kali masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) yang terkahir pada periode 2020-2024.

Ketua Panja Penyusunan RUU MHA di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Willy Aditya, mengatakan RUU MHA sudah selesai dibahas Baleg DPR pada 4 September 2020 lalu. Tap sayangnya RUU MHA tidak pernah masuk dalam pembahasan tingkat II atau paripurna untuk pengesahan.  

Politisi Partai Nasdem itu memaparkan narasi yang muncul dalam pembahasan RUU MHA di DPR yakni bukan soal politik identitas, tapi lebih pada pembangunan. Ada pandangan yang khawatir RUU MHA akan menghambat pembangunan dan kegiatan bisnis korporasi besar, misalnya sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan lainnya.

“Narasinya itu, MHA versus pembangunan atau korporasi besar,” kata Willy Aditya dalam diskusi secara daring bertema “Bahu-Membahu dalam Mempercepat Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat untuk Mewujudkan Keadilan Sosial, Ekonomi dan Ekologi di Indonesia”, Jumat (6/8/2021) kemarin. (Baca Juga: Lima Terobosan untuk Lindungi Masyarakat Hukum Adat)

Willy menegaskan fraksinya mendorong RUU MHA sejak periode 2014-2019 dan 2019-2024. Dia memaparkan periode 2014-2019, Presiden telah menerbitkan Surpres untuk membahas RUU MHA, tapi tidak ada daftar inventaris masalah (DIM) yang disusun pemerintah. Karena itu pada periode 2014-2019 pembahasan RUU MHA mandek. Pada periode saat ini meskipun Baleg DPR telah menyelesaikan RUU MHA, tapi tak kunjung dibahas di paripurna.

Menurut Willy, posisi RUU MHA saat ini perlu dibahas di paripurna untuk memutuskan RUU ini sebagai inisiatif DPR. Kemudian dikirim kepada Presiden, sehingga Presiden menerbitkan Surpres dan pemerintah segera membentuk DIM. Dia mengingatkan dalam Tatib DPR, pimpinan tidak boleh menunda apa yang sudah diputuskan alat kelengkapan dewan.

Willy berpendapat periode DPR saat ini tergolong buruk karena banyak RUU yang stagnan termasuk RUU MHA. “Panja RUU MHA di Baleg sudah meyelesaikan tugasnya sejak 4 September 2020, saya sudah bersurat kepada pimpinan sebanyak 3 kali agar RUU MHA diparipurnakan. Setiap paripurna saya interupsi kenapa RUU MHA tidak pernah diparipurnakan,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait