Tafsir Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi Soal Organisasi Advokat

Tafsir Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi Soal Organisasi Advokat

Syarat tambahan dalam SKMA Nomor 73 justru terlihat menguatkan penafsiran Mahkamah Konstitusi.
Tafsir Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi Soal Organisasi Advokat
Ilustrasi: Shutterstock

Jalan panjang polemik antar organisasi advokat memang sejak lama terjadi. Sudah enam tahun Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pecah menjadi tiga kubu kepengurusan. Akhir-akhir ini, muncul pula organisasi advokat yang mengatasnamakan PERADI di luar tiga kubu tersebut. Masing-masing mantap mengaku sebagai pengurus sah. Sejak perpecahan terjadi masing-masing kubu aktif merekrut anggota, mengangkat advokat-advokat baru. Masih ada lagi cerita kepengurusan Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang juga pecah.

Belum lagi menjamurnya organisasi advokat lain sejak Hatta Ali menerbitkan Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015. Sejak hari itu PERADI bukan lagi pemegang hak tunggal mengajukan pengambilan sumpah advokat oleh Pengadilan Tinggi. Tentu saja ini berdampak pada klaim PERADI sebagai wadah tunggal profesi advokat. Data yang Hukumonline peroleh dari sistem E-Court menunjukkan setidaknya 68 organisasi advokat terdata. Jumlah itu termasuk KAI dan PERADI yang masing-masing dihitung satu.

Hatta Ali kala itu tampaknya muak jika pengadilan direpotkan lagi soal polemik advokat. Pengadilan terseret polemik karena berperan mengambil sumpah profesi advokat. UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) mewajibkan advokat bersumpah sebelum menjalankan profesinya. Mandat pengambilan sumpah diserahkan pada sidang terbuka Pengadilan Tinggi. Tanpa sumpah ini, pengangkatan status advokat oleh organisasi advokat tidak ada artinya.

Perlu diingat, polemik organisasi advokat sudah terjadi sejak tahun-tahun awal PERADI berdiri. Hanya empat tahun sejak PERADI lahir Desember 2004, KAI dideklarasikan Mei 2008. Wadah tandingan ini bahkan dimotori advokat senior yang sangat disegani, Adnan Buyung Nasution. Namun KAI terhambat untuk mengangkat advokat baru sebagai anggotanya. Ketua Mahkamah Agung yang menjabat saat itu, Harifin Tumpa, berkali-kali menerbitkan surat tentang sikap pengadilan.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional