Berhubungan dengan Pihak Berperkara, Lili Pintauli Disanksi Dewas KPK
Utama

Berhubungan dengan Pihak Berperkara, Lili Pintauli Disanksi Dewas KPK

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhi sanksi berat terhadap Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, karena melanggar kode etik. Foto: RES
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhi sanksi berat terhadap Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, karena melanggar kode etik. Foto: RES

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhi sanksi berat terhadap Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar karena melanggar kode etik. Lili terbukti menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK. Terperiksa dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyampaikan terperiksa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar kode etik sebagai pimpinan KPK. Sehingga, terperiksa dianggap pantas dijatuhi sanksi etik berat berupa pemotongan gaji tersebut. “Bahwa majelis Dewas sepakat secara mufakat bahwa kedua perbuatan terperiksa terbukti secara sah dan meyakinkan sehingga majelis secara musyawarah mudakat memutuskan yang bersangkutan dijatuhi sanksi yang memadai sehingge terperiksa dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Itu bunyi amarnya,” jelas Tumpak, Senin (30/8).

Dewas menyatakan Lili telah melanggar Pasal 4 Ayat 2 huruf a dan b Peraturan Dewan Pengawas KPK No 2 tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Tertulis dalam aturan tersebut bahwa dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Integritas, setiap insan komisi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung. Dan setiap insan komisi dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi.

Seperti dikutip Antara, duduk perkara kasus ini berkaitan dengan perkara Tanjung Balai yang ditangani KPK. Lili diketahui mengenal Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial pada sekitar Februari-Maret 2020 di pesawat saat perjalanan dari Medan ke Jakarta. Saat itu, Syahrial sudah tahu Lili adalah pimpinan KPK dan Syahrial memperkenalkan diri sebagai Wali Kota Tanjungbalai.  (Baca: Dewas KPK Putuskan Dua Penyidik Langgar Kode Etik Terkait Kasus Bansos)

Setelah tiba di Jakarta, Lili lalu mengatakan ke Syahrial ada saudaranya yaitu Ruri Prihatini Lubis yang pernah menjadi Plt Direktur PDAM Tirto Kualo di Tanjung Balai belum dibayar uang jasa pengabdiannya oleh DPAM Tirta Kualo. Lili pun mengatakan kepada Syahrial "Tolong dibantulah, itu kan haknya, mengapa belum dibayar?".

Syahrial dan Lili pun saling bertukar nomor telepon. Syahrial lalu meminta Plt Direktur PDAM Tirta Kualo Yudhi Gobel mengapa uang jasa Ruri belum dibayar dan dijawab Yudhi bahwa kondisi keuangan PDAM Tirta Kualo sedang sulit. Lili kemudian menyampaikan kepada saudaranya Ruri Prihatini Lubis untuk kembali membuat surat kepada Direktur PDAM Tirta Kualo dan ditembuskan kepada KPK sehingga Ruri membuat surat pada 21 April 2021 yang salah satu tembusannya disampaikan ke KPK. 

"Majelis berpendapat perbuatan terperiska meminta bantuan kepada saksi M Syahrial agar uang jasa pengabdian saksi Ruri Prihatini Lubis dibenarkan namun menurut pendapat majelis petunjuk terperiksa kepada saksi Ruri untuk membuat surat kepada Yudhi Gobel selaku Direktur PDAM Tirta dengan menyampaikan tembusan ke KPK adalah sangat berlebihan karena masalah belum dibayarkan uang jasa pengabdian karena masalah belum dibayarkan uang jasa pengabdian tersebut adalah urusan keperdataan sesesorang dengan perusahaan daerah, tidak ada kaitannya dengan tugas dan kewenangan KPK baik dari sisi kegiatan pencegahan maupun penindakan," ungkap Anggota Dewas Albertina Ho. 

Tags:

Berita Terkait