Perlu Langkah Rasional Atasi Masalah Kepailitan di Masa Pandemi
Utama

Perlu Langkah Rasional Atasi Masalah Kepailitan di Masa Pandemi

Pemerintah perlu merujuk kebijakan berbagai negara mengatasi permasalahan PKPU dan kepailitan di masa pandemi Covid-19.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Chair & Head of Risk Advisory of Norton Rose Fulbright Australia, Scott Atkins dan Partner Allen and Gledhill Law Firm, Andrew Chan, dalam webinar internasional yang diselenggarakan Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Kamis (2/9).
Chair & Head of Risk Advisory of Norton Rose Fulbright Australia, Scott Atkins dan Partner Allen and Gledhill Law Firm, Andrew Chan, dalam webinar internasional yang diselenggarakan Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Kamis (2/9).

Pandemi Covid-19 berdampak negatif terhadap pelaku usaha Indonesia. Ketidakmampuan bayar pinjaman terhadap perbankan menyebabkan bayang-bayang permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Kepailitan menyelimuti pelaku usaha selaku debitur. Muncul wacana dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) agar pemerintah menerbitkan moratorium PKPU dan pailit bagi pelaku usaha. Gagasan tersebut sontak menuai pro-kontra dari berbagai pihak.

Dalam webinar internasional dengan topik Covid-19 Temporary Measures to Prevent the Increasing Insolvency and PKPU Petitions in Indonesia, Kamis (2/9), Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Jimmy Simanjuntak menjelaskan perundang-undangan kepailitan bermula dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 1998 yang diterbitkan pada masa krisis ekonomi tahun 1998, sebagai jalan keluar bagi para perusahaan yang terlilit utang agar dapat menyelesaikan segala persoalan utang piutangnya melalui kepailitan dan/atau PKPU.

Kemudian ketentuan tersebut diperbaharui oleh Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-Undang Kepailitan). Keberadaan Undang-Undang Kepailitan dinilai menjadi kunci penting dalam naiknya posisi Indonesia dalam peringkat Ease of Doing Business (EoDB) dari World Bank karena banyaknya penyelesaian utang piutang yang dilakukan melalui restrukturisasi maupun kepailitan. 

Belajar dari kondisi krisis ekonomi 1998 serta perkembangannya hingga saat ini, Undang-Undang Kepailitan seharusnya justru menjadi alat bagi para kreditor maupun debitor untuk memperoleh solusi dari masalah utang piutang di antara mereka dalam masa pandemi Covid-19 ini. Namun demikian, pemerintah membuat rencana untuk menangguhkan keberlakuan Undang-Undang Kepailitan (moratorium) untuk jangka waktu tertentu guna menyelamatkan para pengusaha dari ancaman kepailitan selama pandemi Covid-19. 

Menanggapi hal tersebut, Jimmy menyatakan dukungan agar pemerintah menerbitkan suatu peraturan atau keadaan khusus terkait mekanisme kepailitan dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang dalam masa pandemi Covid-19. (Baca: Tidak dalam Keadaan Genting, Perppu Moratorium PKPU Tak Perlu Diterbitkan)

"Kami setuju bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menerbitkan suatu peraturan atau keadaan khusus terkait mekanisme kepailitan dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang dalam masa pandemi Covid-19 ini guna menekan banyaknya permohonan kepailitan maupun penundaan kewajiban pembayaran utang yang seringkali membuahkan hasil yang kurang baik," jelas Jimmy. 

Namun, dia menolak apabila pemerintah menangguhkan keberlakuan Undang-Undang Kepailitan secara keseluruhan. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang rasional guna menyikapi keadaan pandemi Covid-19 ini khususnya terkait kepailitan. 

Tags:

Berita Terkait