Lima Tahun Berkarya, MAJu Ciptakan Akses Keadilan yang Berkesinambungan
Terbaru

Lima Tahun Berkarya, MAJu Ciptakan Akses Keadilan yang Berkesinambungan

Lima tahun berkarya dan berupaya mewujudkan tercapainya akses keadilan untuk kelompok marjinal, secara resmi program MAJu berakhir pada September 2021.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 5 Menit
Closing Ceremony eMpowering Access to Justice (MAJu)-The Asia Foundation (TAF): Menuju Akses Keadilan untuk Semua. Foto: RES.
Closing Ceremony eMpowering Access to Justice (MAJu)-The Asia Foundation (TAF): Menuju Akses Keadilan untuk Semua. Foto: RES.

Usai lima tahun berkarya dan berupaya mewujudkan tujuan tercapainya akses keadilan untuk kelompok marginal, program eMpowering Access to Justice (MAJu) akan resmi berakhir pada September 2021. Melalui perluasan bantuan hukum, kerja sama The Asia Foundation dan United States Agency for International Development (USAID) ini menyasar empat kelompok rentan, yaitu minoritas agama dan etnis; masyarakat adat; individual yang termarginalkan, seperti populasi kunci HIV/AIDS atau difabel; serta perempuan.  

Selama 2016 hingga 2021, MAJu melesat dengan berbagai capaian, baik di level kebijakan, perbaikan sistem layanan, peningkatan kapasitas dalam mengakses layanan terkait hak-hak konstitusional, maupun solidaritas antarkomunitas rentan yang telah terbangun. Sejumlah pendekatan telah diimplementasikan sesuai kebutuhan, seperti peningkatan kapasitas untuk mitra, komunitas, serta instansi pemerintah terkait.

Dalam acara puncak ‘Closing Ceremony eMpowering Access to Justice (MAJu)-The Asia Foundation (TAF): Menuju Akses Keadilan untuk Semua’, Country Representative Indonesia dari The Asia Foundation, Sandra Hamid mengatakan, sejak Agustus 2021, MAJu telah menggelar sejumlah kegiatan sebagai upaya mencari pembelajaran akhir. Beberapa program tersebut meliputi diskusi mendalam dengan para mitra, konferensi akademis untuk memperbincangkan akses keadilan dan advokasi, nonton bareng film bertema antologi perempuan pekerja, tayangan esai foto tentang berbagai capaian, hingga berbagai video dan online course. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak dapat terlaksana tanpa kolaborasi efektif dengan berbagai pihak, mulai dari organisasi masyarakat sipil (OMS), organisasi bantuan hukum (OBH), pemerintah, hingga swasta.

“Bagi kelompok marjinal yang ruang sipil-nya dibatasi akibat stigma dan diskriminasi, kerja sama semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta, dalam rangka memperluas kebebasan dan akses mereka terhadap hak konstitusional, adalah hal yang krusial,” pungkas Sandra Hamid. “MAJu menyadari, akses terhadap keadilan sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang tersedia. Dalam perumusan programnya, mitra program MAJu telah berupaya maksimal terlibat dalam perumusan kebijakan yang diambil pemerintah, sekaligus bekerja sama dengan berbagai pihak. Upaya dan usaha tersebut diharapkan dapat diteruskan oleh seluruh pihak yang berkepentingan,” kata Sandra.

Sebagai perwakilan dari pemerintah, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Hukum dan HAM, Dr. Sri Puguh Budi Utami, mengucapkan terima kasih atas terbinanya kerja sama dengan USAID melalui program MAJu. Ia berharap, di tengah tingginya kesenjangan akses keadilan di Indonesia, program MAJu dapat menjadi angin segar untuk meningkatkan akses keadilan kepada warga miskin dan marginal. Saat ini, Indonesia sendiri hanya memiliki 524 OBH yang terakreditasi. Ditunjang anggaran bantuan hukum sebesar Rp48 miliar, sumber daya ini masih belum mampu menjangkau dan memenuhi kebutuhan lebih dari 28 juta pencari keadilan dari kelompok miskin serta masyarakat marginal.

“Melalui program MAJu yang diimplementasikan oleh TAF bersama mitra-mitra organisasi masyarakat, beberapa persoalan di atas bisa mulai ditangani dengan sejumlah inisiatif yang menarik, sehingga pencari keadilan dari masyarakat marginal bisa mendapatkan manfaat dari perluasan bantuan hukum untuk mengakses layanan maupun hak-hak dasar lain,” jelas Utami.

Adapun sebagai bagian dari program MAJu, Kementerian Hukum dan HAM baru-baru ini telah mengembangkan SIPKUMHAM—database berbasis artificial intelligence yang memuat permasalahan hukum dan HAM dari 152 media daring yang terdaftar di Dewan Pers. Melalui SIPKUMHAM, diharapkan permasalahan hukum, HAM, dan pelayanan publik dapat terpetakan secara komprehensif dan realtime, sehingga dapat direspons lebih cepat.  

Tags: