Adu Argumentasi tentang Fiksi Hukum dalam Perkara di Pengadilan

Adu Argumentasi tentang Fiksi Hukum dalam Perkara di Pengadilan

Orang yang bekerja di bidang yang diatur suatu undang-undang dianggap lebih tahu peraturan tersebut, sehingga dapat dimintai tanggung jawab pidana. Fiksi hukum dianut Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Adu Argumentasi tentang Fiksi Hukum dalam Perkara di Pengadilan
Sumber: Shutterstock

Inilah kisah tentang Hamuddin, seorang petani yang berusaha mencari nafkah dengan berkebun. Sebagai seorang yang buta huruf, ia tidak tahu risiko hukum ketika membubuhkan cap jempol pada surat pernyataan pengalihan penguasaan atas bidang tanah disaksikan kepala desa. Hamudin membayar uang, kemudian menanami tanaman di atas lahan tersebut. Belakangan, pengolahan kebun itulah yang menyeret pria kelahiran tahun 1950 itu ke pusaran hukum. Ia duduk di kursi terdakwa karena dituduh ‘melakukan perkebunan tanpa izin Menteri Kehutanan’.

Jaksa mendakwanya melanggar Pasal 92 ayat (1) huruf a juncto Pasal 17 ayat (2) huruf b UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Di persidangan, Hamuddin tak didampingi penasihat hukum meskipun ancaman hukumannya paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun. Hamuddin hanya didampingi juru bahasa di bawah sumpah karena ia tak bisa berbahasa Indonesia. Dengan kondisi demikian, menurut akal sehat, sulit bagi Hamuddin memperjuangkan kepentingan hukumnya.

Pada 4 April 2016, Pengadilan Negeri Kolaka membebaskan Hamuddin karena dakwaan kesatu dan dakwaan kedua penuntut umum tidak terbukti. Menurut majelis hakim, unsur ‘dengan sengaja’ tidak terpenuhi. Sebagai seorang yang buta huruf serta terbatas pengetahuannya, terdakwa sama sekali tidak mengetahui bahwa lokasi yang diperolehnya melalui proses pengalihan dan dikelola berada dalam kawasan hutan lindung. Justru kepolososan dan ketidaktahuan terdakwa dimanfaatkan kepala desa untuk mengambil keuntungan.

“Sejak awal terdakwa sama sekali tidak mengetahui atau menyadari adanya sifat melawan hukum dari perbuatannya, oleh karena itu tidak terbukti adanya kehendak atau kesengajaan dari terdakwa untuk melakukan perbuatan melawan hukum tersebut,” demikian penggalan pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Kolaka dalam putusan No. 21/Pid.Sus/2016/PN/Kka yang salinannya dibaca Hukumonline.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional