Mendorong Penyelesaian Perkara Kepailitan Syariah Masuk Wewenang Pengadilan Agama
Utama

Mendorong Penyelesaian Perkara Kepailitan Syariah Masuk Wewenang Pengadilan Agama

Bisa melalui revisi Perma No.14 Tahun 2016 atau revisi UU Peradilan Agama. Sebab, dalam praktik penyelesaian perkara kepailitan syariah masih ditangani pengadilan niaga.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Hampir 5 tahun, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah berlaku. Perma ini merupakan hukum acara penyelesaian sengketa ekonomi syariah diantara para pelaku bisnis ekonomi syariah yang terikat perjanjian akad syariah yang ditangani hakim pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang sudah tersertifikasi. Berlakunya Perma ini juga terikat dengan aturan gugatan sederhana, mediasi, dan arbitrase.   

Ruang lingkup sengketa ekonomi syariah ini meliputi kegiatan/aktivitas bisnis di bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, surat berharga berjangka syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, penggadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, bisnis syariah yang bersifat kontensius (gugatan) atau volunteer (permohonan).

Dalam tiga 3 tahun terakhir, pengadilan agama/mahkamah syar’iyah seluruh Indonesia mencatat jumlah perkara khusus sengketa ekonomi syariah yang telah ditangani. Misalnya, pada 2018, beban perkara gugatan biasa totalnya berjumlah 319 perkara. Dari jumlah itu, telah diputus sebanyak 217 perkara, dicabut 15 perkara, dan sisa perkara yang belum diputus 87 perkara.    

Pada 2019, beban perkara gugatan sederhana totalnya berjumlah 168 perkara. Dari jumlah itu, telah diputus 38 perkara, dicabut 116 perkara, dan sisa perkara yang belum diputus 14 perkara. Sedangkan beban perkara gugatan biasa totalnya berjumlah 283 perkara. Dari jumlah itu, telah diputus 173 perkara, dicabut 61 perkara, dan sisa perkara yang belum diputus 49 perkara. Tingkat penyelesaian tahun 2019 sebesar 69,05 persen.  

Pada 2020, beban perkara gugatan sederhana totalnya berjumlah 279 perkara. Dari jumlah itu, diputus 184 perkara, dicabut 85 perkara, dan sisa belum diputus 10 perkara. Sedangkan, beban perkara gugatan biasa totalnya berjumlah 283 perkara. Dari jumlah itu, telah diputus 173 perkara, dicabut 61 perkara, dan sisa belum diputus 49 perkara. Tingkat penyelesaian tahun 2020 sebesar 96,42 persen. (Baca Juga: Menakar Efektivitas Perma Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah)   

Meski secara umum berlakunya Perma No.14 Tahun 2016 dinilai efektif, tapi praktiknya ditemukan beberapa permasalahan yang seolah menimbulkan dualisme kewenangan. Salah satunya, terkait permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan kepailitan berdasarkan akad syariah yang dalam praktik masih menjadi kewenangan pengadilan niaga, bukan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah.        

Ketua Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), Sutrisno mengingatkan Putusan MK No 93/PUU/X/2012 menekankan penyelesaian sengketa ekonomi syariah merupakan kompetensi absolut pengadilan agama. Tapi, dalam tataran empiris (praktik) masih ditemukan sengketa ekonomi syariah dalam perkara PKPU dan kepailitan berdasarkan akad syariah masih diputus oleh pengadilan niaga.

Tags:

Berita Terkait