Kekerasan Seksual pada laki-Laki: Diabaikan dan Belum Ditangani Serius
Kolom

Kekerasan Seksual pada laki-Laki: Diabaikan dan Belum Ditangani Serius

​​​​​​​Penyintas kekerasan seksual biasanya mengalami gangguan stress pasca trauma, sehingga seorang penyintas perkosaan biasanya disarankan untuk berkonsultasi dengan crisis centre atau orang yang ahli dalam hal tersebut.

Bestha Inatsan Ashila dan Naomi Rehulina Barus.  Foto: Istimewa
Bestha Inatsan Ashila dan Naomi Rehulina Barus. Foto: Istimewa

Beberapa pekan yang lalu masyarakat dihebohkan dengan sebuah kasus perundungan dan pelecehan seksual terhadap seorang karyawan laki-laki di KPI. Di saat yang sama, seorang selebriti yang melakukan kekerasan seksual terhadap laki-laki juga mengundang pembicaraan karena baru saja keluar dari penjara dan disambut dengan meriah oleh beberapa kelompok masyarakat.

Di tahun 2021 sebagaimana dilansir oleh Detik.com pada 26 April, seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun berinisial FA, yang tinggal di Probolinggo, Jawa Timur, mengaku telah menjadi korban perkosaan yang dilakukan oleh seorang perempuan berinisial DAP (28 tahun). Dilansir dari Kompas 23 April 2021 pelaku menyuruh FA datang ke rumah kontrakannya untuk membicarakan pekerjaan, setibanya di rumah pelaku, FA dicekcoki minuman keras hingga tidak sadarkan diri. Dalam kondisi tidak berdaya, FA dipaksa untuk melayani pelaku.

Kekerasan seksual terhadap laki-laki bukanlah sebuah fenomena baru yang terjadi di masyarakat. Pada tahun 2020 terdapat kasus yang cukup menghebohkan publik yaitu kasus Reynhard Sinaga di mana terdapat 48 korban laki-laki dan diduga melakukan 159 kasus perkosaan dan serangan seksual di Inggris. Pada bulan April 2021 silam, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp100 juta kepada HI (58 tahun) seorang pendeta di Jawa Timur yang terbukti melakukan pencabulan terhadap 11 anak di bawah umur yang terjadi bertahun-tahun.

Data kekerasan seksual terhadap laki-laki nyata tapi diabaikan

Banyak penelitian menunjukkan bahwa korban kekerasan seksual didominasi oleh perempuan dan mayoritas pelaku adalah laki-laki. Akan tetapi fakta tersebut tidak dapat menafikan bahwa kekerasan seksual juga terjadi pada laki-laki khususnya anak laki-laki. Kekerasan seksual terhadap laki-laki seringkali tidak dianggap sebagai suatu hal yang serius. Berdasarkan Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender yang diluncurkan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan INFID Tahun 2020 ada 33% laki-laki yang mengalami kekerasan seksual khususnya dalam bentuk pelecehan seksual.

Berdasarkan survei dari Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) yang melibatkan 62.224 responden, 1 dari 10 laki-laki pernah mengalami pelecehan di ruang publik. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperlihatkan bahwa korban kekerasan seksual di tahun 2018 lebih banyak dialami oleh anak laki-laki, di mana ada 60% anak laki-laki dan 40% anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2017, untuk kelompok umur 13-17 tahun prevalensi kekerasan seksual terlihat lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu sebesar 8,3% atau dua kali lipat dari prevalensi kekerasan seksual pada perempuan yang mencapai 4,1%.

Temuan-temuan ini menjadi menarik karena laki-laki jarang dianggap sebagai korban kekerasan seksual. Walaupun laki-laki memiliki peluang yang lebih kecil untuk mengalami kekerasan seksual, banyak sekali kasus yang tak terungkap ke permukaan. Sebuah studi dari satu dari enam orang menyimpulkan bahwa permasalahan terkait kekerasan seksual terhadap laki-laki kurang dilaporkan, kurang diakui, dan kurang ditangani. Data yang menunjukkan terjadinya kekerasan seksual pada laki-laki seringkali diacuhkan karena laki-laki yang memiliki pengalaman menjadi korban cenderung untuk tidak melaporkannya.

Tags:

Berita Terkait