Pemberhentian Azis Syamsuddin Tunggu Berstatus Terdakwa
Utama

Pemberhentian Azis Syamsuddin Tunggu Berstatus Terdakwa

Sementara pemberhentian secara tetap sebagai anggota DPR menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Partai Golkar bakal memberi bantuan hukum sepanjang adanya permintaan dari Azis.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Ketua KPK Firli Bahuri saat mengumumkan penetapan status tersangka Azis Syamsuddin di Gedung KPK, Sabtu (25/6/2021) dini hari.
Ketua KPK Firli Bahuri saat mengumumkan penetapan status tersangka Azis Syamsuddin di Gedung KPK, Sabtu (25/6/2021) dini hari.

Azis Syamsuddin secara resmi telah mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua DPR setelah penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait penangan perkara yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah. Setelah menerima surat pengunduran diri, Fraksi Golkar bakal mencarikan pengganti kader lain untuk menempati kursi yang ditinggalkan Azis. Namun secara etik, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR belum dapat memberhentikan Azis karena masih berstatus sebaga tersangka.

“Status Azis Syamsuddin saat ini masih tersangka, belum terdakwa. Jadi belum bisa dilakukan pemberhentian sementara,” ujar Ketua MKD DPR, Habib Aboe Bakar Alhabsyi melalui keterangan tertulis yang diterima Hukumonline, Minggu (26/9/2021) kemarin. (Baca Juga: Azis Syamsuddin Jadi Tersangka Suap Ancaman Maksimal 5 Tahun Penjara)

Aboe, begitu biasa disapa mengaku prihatin dengan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan koleganya di DPR itu. Namun, alat kelengkapan dewan yang dipimpinnya bakal bertindak sesuai aturan yang berlaku. Dia menegaskan Azis Syamsuddin belum dapat diberhentikan sementara atau secara tetap lantaran belum berstatus terdakwa sebagaimana diatur Pasal 87 ayat (5) UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3).

Pasal 87 ayat (5) UU MD3 menyebutkan, “Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”. Namun, dalam Pasal 87 ayat (1) huruf b UU MD3 mengatur pimpinan DPR dapat diberhentikan sementara bila yang bersangkutan menyatakan mengundurkan diri. Azis dalam status jabatan pimpinan DPR telah mengajukan pengunduran diri. Tapi, status keanggotaan sebagai anggota dewan berhenti secara permanen harus menunggu putusan pengadilan.

Pasal 87 ayat (2) UU MD3 mengatur kriteria apa saja yang dapat dilakukan untuk memberhentikan terhadap pimpinan DPR. Antara lain, adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap akibat melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. Kemudian, melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat setelah dilakukan pemeriksaan oleh MKD.

Menurut anggota Komisi III DPR itu, meski Azis telah melayangkan surat pengunduran diri ke partainya di Golkar, namun MKD belum menerima berkas pengunduran diri tersebut. Pemberhentian dapat diusulkan oleh partai politik sesuai peraturan perundang-undangan. Sementara  pemberhentian secara tetap atau permanen, MKD tetap mengacu pada Pasal 87 ayat (2) huruf c UU MD3 yang mengharuskan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Prinsipnya, MKD bakal melihat perkembangan dan dinamika yang terjadi soal kasus Azis sebelum mengambil langkah selanjutnya. Adapun pemberhentian secara tetap, kita mengikuti Pasal 87 ayat (2) Huruf c UU MD3,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait