Rawan Sengketa, Ini Prosedur Jual-Beli Tanah yang Tepat
Terbaru

Rawan Sengketa, Ini Prosedur Jual-Beli Tanah yang Tepat

Masyarakat perlu teliti sebelum membeli dan mengerti status tanah serta identitas tanah secara lengkap.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Berbagai kasus sengketa dan konflik pertanahan timbul di permukaan disinyalir karena proses jual beli maupun peralihan aset tanah tidak sesuai prosedur. Hal ini berisiko jadi celah adanya penyalahgunaan.  

Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Dirjen PSKP), R.B Agus Widjayanto, menjelaskan sengketa dan konflik adalah perbedaan persepsi kepentingan antara dua pihak atau lebih, baik antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, individu dengan korporasi, dan lain-lain, mengenai status penguasaan dan pemilikan tanah atau keputusan pejabat tata usaha negara di bidang pertanahan. Hal ini kemudian muncul ke permukaan sebagai suatu sengketa dan konflik perkara.

Terkait data sengketa konflik, Agus menjelaskan bahwa berdasarkan pada data sengketa konflik periode 2018-2020 terdapat 8.625 kasus. Ia juga menjelaskan bahwa saat ini telah diselesaikan 63,5% atau sejumlah 5.470 kasus sengketa dan konflik sehingga tersisa 3.145 kasus sengketa dan konflik yang masih berjalan terkait proses penyelesaiannya.

Dalam hal perkara sengketa dan konflik pertanahan yang masih marak, Agus menegaskan kepada masyarakat agar teliti sebelum membeli dan mengerti status tanah serta identitas tanah secara lengkap. Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan pasal 16 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), macam-macam hak-hak atas tanah yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai.

“Itu yang tertuang di pasal 16 UUPA, selain macam hak atas tanah tersebut tidak ada,” terang Dirjen PSKP, Senin (4/10). (Baca: Presiden Tegaskan Komitmen Penuh Pemerintah untuk Berantas Mafia Tanah)

Sehubungan terdapat 2 pihak atau lebih yang memiliki sertipikat yang sah, Agus menegaskan bahwa pada prinsipnya, satu bidang tanah hanya ada satu sertipikat, jika ada sertipikat lain maka sudah dipastikan itu tidak sah. “Bisa sertipikatnya yang tidak benar maupun alas haknya yang tidak benar. Oleh karena itu salah satu sertipikatnya dapat dibatalkan,” terang Agus.

Tak dapat dipungkiri jika beberapa kali persoalan jual beli tanah yang sertipikat haknya kurang jelas status tanahnya kerap terjadi. Agus menjelaskan alur proses jual beli tanah bersertipikat, dalam hal ini jual beli ini harus di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Setelah itu, PPAT akan melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan setempat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait