Lestari Moerdijat Tekankan Transparansi dan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual
Pojok MPR-RI

Lestari Moerdijat Tekankan Transparansi dan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual

Penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak harus transparan dan mengedepankan perlindungan terhadap korban. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU-TPKS) diharapkan segera tuntas untuk mempertegas hak-hak korban.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. Foto: Istimewa.
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. Foto: Istimewa.

JAKARTA - Berbagai tindak kekerasan seksual terhadap anak merupakan tindak kejahatan yang harus segera dihentikan, mengingat dampaknya yang bisa meluas hingga ke masa datang. Hal ini diungkapkan kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (8/10), menyikapi kasus dugaan pemerkosaan tiga anak oleh ayahnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Menurut Lestari, semua pihak harus mengedepankan transparansi dalam proses penanganan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ririe,sapaan akrab Lestari, menyampaikan keprihatinan yang mendalam terkait kasus dugaan kasus kekerasan seksual di Luwu Timur itu.

Kasus kekerasan seksual terhadap anak, diakuinya, memang cukup pelik karena biasanya melibatkan orang-orang dekat di sekitar korban. Karena itu, Rerie yang juga anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, mendesak semua pihak yang terlibat dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak dapat mengepankan fakta-fakta secara transparan, agar dihasilkan pengambilan keputusan yang adil dan tepat.

Di sisi lain, ia menegaskan, proses pembahasan RUU-TPKS yang di dalamnya mengatur hak-hak  korban kekerasan seksual, diharapkan segera tuntas. "Kehadiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merupakan istrumen yang tidak kalah penting agar negara berperan aktif dalam melindungi hak-hak para korban kekerasan seksual, lewat kepastian hukum," kata Ririe.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), per Jumat (23/7) terdapat 5.463 kasus kekerasan terhadap anak. Dari total kasus kekerasan pada perempuan dan anak, sebanyak 5.198 kasus terjadi di lingkup rumah tangga.

Tingginya jumlah kasus dan kendala dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual, menurut Rerie, seharusnya mendorong para legislator di parlemen segera menyepakati RUU-TPKS, yang tengah dibahas saat ini.

Rerie berharap, para pemangku kepentingan di pusat dan daerah meningkatkan komitmennya dalam pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak di Tanah Air.

Tags: