Akar Pancasila dan Masyarakat Minang
Pojok MPR-RI

Akar Pancasila dan Masyarakat Minang

Orang Minangkabau, Sumatera Barat, paling lengkap menampilkan tokoh-tokoh nasional yang merepresentasikan akar-akar Pancasila.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Ketua Fraksi PKS MPR RI Tifatul Sembiring.Foto: Istimewa.
Ketua Fraksi PKS MPR RI Tifatul Sembiring.Foto: Istimewa.

BUKITTINGGI - Ketua Fraksi PKS MPR RI Tifatul Sembiring,  mengutip kembali  berita-berita seputar  polemik pernyataan  Puan Maharani, saat mengumumkan cagub dan cawagub PDIP untuk Sumatera Barat, pada 2 September 2020 lalu. Saat itu Puan melontarkan pandangan: “Semoga Sumatera Barat menjadi Provinsi yang memang mendukung Pancasila”.

Kalimat bernada harapan ini menurut Tifatul Sembiring justru memicu polemik. Ada yang protes, mengkritik, memberi pembelaan, bahkan  mengadukan ke polisi, karena dianggap menghina. Bahkan karena polemik itu,  cagub yang direkomendasikan PDIP sampai mengembalikan surat dukungan tersebut.

Tifatul melihat kesalah pahaman ini lebih kepada persoalan rasa bahasa, antar komunikator dan komunikan. Orang Minang  sudah terbiasa dengan petatah petitih, isyarat, kalimat sindiran, dan satire. Bahkan, ungkapan-ungkapan tersebut sudah jadi makanan sehari-hari bagi orang Minang.

Akibatnya, ungkapan Puan tadi ditangkap masyarakat Minang sebagai sindiran tajam, bahwa orang Sumbar tidak Pancasilais. "Saya husnuzhon, sebenarnya maksud Ibu Puan bukan itu. Mungkin berharap kualitas pemahaman Pancasila orang Minang semakin ditingkatkan,” kata  Tifatul Sembiring saat menjadi pembicara kunci pada seminar nasional dengan tema “Bagaimana Orang Minang Mempraktekkan Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari di  Wisma Bung Hatta, Bukittinggi, Sabtu (23/10/2021).

Seminar tersebut menghadirkan dua narasumber, yakni Prof. Yudi Latif (Kepala BPIP 2018) dan  Yus Datuk Parpatih (Budayawan Minang). Ikut hadir pada acara tersebut, Anggota MPR RI, H. Johan Rosihan, ST,  Drs. H. Chairul Anwar, Aptt, dan Dr. Hermanto, SE., MM. serta  Gubernur Sumatera Barat Buya Mahyeldi.

Tifatul berharap peserta seminar tidak terus membahas ketersinggungan perasaan. Lebih baik membicarakan berbagai persoalan yang lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara.

“Topik kita hari ini lebih ilmiah, tidak sekadar debat kusir. Mengungkap Pancasila sebagai konsensus nasional, yang telah terbukti bisa mempertahankan keutuhan NKRI yang sangat majemuk ini," ujar Tifatul.

Sementara itu Yudi Latief dalam paparannya antara lain mengatakan  akar Pancasila itu ada tiga, yaitu keagamaan,  kebangsaan atau nasionalisme dan sosial ekonomi. “Nah, ketiga akar ini sudah terwakili oleh tokoh-tokoh Minangkabau di sepanjang sejarah bangsa Indonesia ini,” ujar Yudi.

Orang Minang, kata Yudi Latif sudah menjalankan akar Pancasila. Tokoh Minang yang mewakili sisi keagamaan adalah  Agoes Salim, Buya Hamka, hingga Sutan Mansur. Yang merepresentasikan nasionalisme kebangsaan seperti Syafruddin Prawiranegara. Sementara dari sisi sosial ekonomi terdapat nama Bung Hatta, serta Tan Malaka.

Dari  fakta sejarah, terjawab bahwa orang Minangkabau, Sumatera Barat, paling lengkap menampilkan tokoh-tokoh  nasional yang merepresentasikan akar-akar Pancasila. Bahkan ada tokoh-tokoh  Minang yang punya andil melahirkan butir-butir Pancasila. Seperti kata musyawarah adalah usulan Agoes Salim. Meskipun,  teks Pancasila yang dimuat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 adalah usulan tertulis dari Prof. Muhammad Yamin. Sejarah juga mencatat, Muhammad Yamin adalah salah seorang deklarator Sumpah Pemuda 1928.

“Kita ini surplus klaim, tapi miskin tindakan. Ngaku Pancasila, akan tetapi tindakannya justru melawan nilai-nilai  Pancasila itu sendiri," kata Yudi Latif.

 
Tags: