MK Putuskan Pasal Imunitas UU Penanganan Covid-19 Inkonstitusional Bersyarat
Terbaru

MK Putuskan Pasal Imunitas UU Penanganan Covid-19 Inkonstitusional Bersyarat

Demi kepastian hukum norma Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU Penanganan Covid-19 harus dinyatakan inkonstitusional sepanjang frasa “bukan merupakan kerugian negara” tidak dimaknai “bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 7 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Jangka waktu berlakunya UU No.2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (UU Penanganan Covid-19) akhirnya dibatasi. Hal ini tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 37/PUU-XVIII/2020 yang mengabulkan sebagian pengujian UU Penanganan Covid-19 secara inkonstitusional bersyarat.

Sedangkan pengujian formil UU ini dinyatakan ditolak dengan dalih penerbitan Perppu No.1 Tahun 2020 telah memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Putusan MK No.138/PUU-VII/2009. Dalam amar putusannya, Mahkamah memutuskan UU Penanganan Covid-19 hanya berlaku selama status pandemi Covid-19 belum diumumkan berakhir oleh Presiden dan paling lama hingga akhir tahun ke-2 sejak UU Penanganan Covid-19 diundangkan pada 18 Mei 2020.  

“Mahkamah dalam putusan ini harus menegaskan pembatasan waktu pemberlakuan UU a quo secara tegas dan pasti agar semua pihak memiliki kepastian atas segala ketentuan dalam UU ini yang hanya dalam rangka menanggulangi dan mengantisipasi dampak dari pandemi Covid-19, sehingga keberlakuan UU ini harus dikaitkan dengan status kedaruratan yang terjadi karena pandemi tersebut,” demikian pertimbangan Mahkamah dalam putusannya yang dibacakan pada Kamis (28/10/2021) kemarin.

Permohonan ini diajukan oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), serta Pemohon perorangan yaitu Desiana Samosir, Muhammad Maulana, dan Syamsuddin Alimsyah. Para Pemohon menguji secara formil dan materil UU Penanganan Covid-19 yang dinilai melanggar hak konstitusional para Pemohon. (Baca Juga: Begini Pandangan DPR Terkait Uji UU Penanganan Covid-19)

Mahkamah menilai secara konseptual, state of emergency dan law in time of crisis harus menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan sebagai upaya menegaskan kepada masyarakat mengenai keadaan darurat. Sehingga, memberikan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.

Namun dalam hal pandemi diperkirakan akan berlangsung lebih lama lagi sebelum memasuki tahun ke-3, maka hal-hal yang terkait dengan alokasi anggaran penanganan Pandemi Covid-19 harus mendapat persetujuan DPR dan pertimbangan DPD. Pembatasan ini perlu dilakukan karena norma tersebut telah memberi pembatasan perihal skema defisit anggaran sampai 2022. Karena itu, pembatasan dua tahun paling lambat Presiden mengumumkan secara resmi berakhirnya pandemi sesuai dengan jangka waktu perkiraan defisit anggaran tersebut.

Atas dasar itu, menurut Mahkamah Pasal 29 Lampiran UU Penanganan Covid-19 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Perppu ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan harus dinyatakan tidak berlaku lagi sejak Presiden mengumumkan secara resmi bahwa status pandemi Covid-19 telah berakhir di Indonesia dan status tersebut harus dinyatakan paling lambat akhir tahun ke-2.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait