Tantangan Digitalisasi Lembaga Peradilan di Masa Depan
Terbaru

Tantangan Digitalisasi Lembaga Peradilan di Masa Depan

Integrasi hukum dan teknologi informasi digital terkait substansi hukum permohonan perkara dan putusan masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan ke depannya.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Suasana sidang yang digelar secara online di MK. Foto: Humas MK
Suasana sidang yang digelar secara online di MK. Foto: Humas MK

Teknologi informasi digital terus berkembang di tengah masyarakat. Segala aspek kehidupan sudah merambah ke sistem digital, seperti kecanggihan smartphone, artificial intelligence. Dunia peradilan mau tidak mau harus mengikuti perkembangan teknologi ini. Terlebih, kondisi pandemi saat ini yang menuntut lembaga peradilan tetap berupaya memberikan pelayanan bagi masyarakat pencari keadilan.  

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Assidiqie mengatakan sejak MK berdiri pada 2003 tantangan digitalisasi ini sudah dimulai. Dari tahun ke tahun, perkembangan teknologi merambah dalam proses persidangan hingga saat ini dimana proses persidangan digelar secara online, seperti untuk pemeriksaan saksi dan ahli di lokasi yang berbeda, bahkan di daerah-daerah.  

Dia melanjutkan perkembangan digitalisasi persidangan pun sudah merambah Mahkamah Agung (MA). Dalam beberapa tahun belakangan pengadilan-pengadilan di seluruh Indonesia sudah menggunakan teknologi. Ke depan MK dan MA dapat berkolaborasi untuk memastikan, kita tidak ketinggalan dengan modernisasi sistem peradilan.

“Nantinya, perlu juga melakukan revisi aturan lembaga peradilan yang sesuai dengan dunia yang semakin digital,” kata Prof Jimly dalam webinar bertajuk “Digitalisasi Lembaga Peradilan dan Tantangannya di Masa Depan”, Rabu (17/11/2021).   

Mantan Ketua MA Prof Bagir Manan mengatakan lembaga peradilan penting untuk mempersiapkan diri di ke depannya di tengah pesatnya perkembangan teknologi saat ini. “Kemampuan internet itu masih minim di daerah-daerah, maka perlu ditingkatkan dan dipersiapkan hal itu,” kata Bagir dalam kesempatan yang sama.  

Namun, dia mengingatkan ujung dari peradilan adalah keadilan, keadilan adalah sebuah rasa atau kepuasan terhadap keadilan itu sendiri. Artinya, hukum bukan sekedar efisiensi, tetapi juga soal rasa (keadilan, red). “Apakah robot bisa menghayati perasaan orang-perorangan? Kecuali, nanti ada yang menciptakan robot yang memiliki rasa seperti manusia,” ujar Bagir Manan.  

“Berbicara peradilan bukan saja bicara mesin tik atau teknologi, tapi berkaitan aspek manusianya. Bagaimana badan peradilan menggunakan teknologi tinggi, tapi melupakan aspek-aspek manusianya? Aspek manusia menjadi penting bagi dunia peradilan, seperti aspek human being, human nature, dan lain-lain,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait