Ketua MA Tekankan Hakim Berintegritas untuk Berantas Korupsi
Terbaru

Ketua MA Tekankan Hakim Berintegritas untuk Berantas Korupsi

“Insya Allah, putusan yang dijatuhkan atas hati nurani yang bersih akan senantiasa mengandung nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.”

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Ketua MA H.M. Syarifuddin. Foto: Humas MA
Ketua MA H.M. Syarifuddin. Foto: Humas MA

“Saya ingin mengajak kepada semua pihak untuk bersama-sama memerangi korupsi di negeri ini, sesuai dengan peran dan fungsi kita masing-masing. Memerangi korupsi harus dimulai dari lingkup yang paling kecil yaitu dari lingkungan diri kita sendiri, kemudian secara bertahap ke lingkungan yang lebih besar. Jika semua komponen bangsa bersinergi untuk memberantas korupsi di negeri ini, maka peran-peran kecil yang kita lakukan akan menjadi kekuatan besar yang bisa mengubah kondisi bangsa ini.”

Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, saat menyampaikan Pidato Kunci pada Kelas Inspirasi Pelatihan Sertifikasi Hakim Tindak Pidana Korupsi angkatan XXIII pada Kamis pagi, 2 Desember 2021 di Gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mahkamah Agung, Mega Mendung, Bogor, seperti dikutip dari laman MA.

Pada kesempatan itu, Ketua MA menyampaikan Pidato Kunci tentang Perkembangan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Mantan Ketua Kamar Pengawasan MA ini menjelaskan dalam beberapa tahun terakhir ini, tindak pidana korupsi di Indonesia terus mengalami peningkatan, baik secara jumlah perkara, maupun modus operandi yang dilakukan oleh para pelakunya. Peningkatan angka korupsi tersebut akan membawa pengaruh besar bagi kehidupan perekonomian nasional, serta kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

Di berbagai belahan dunia, kata Guru Besar Hukum Universitas Diponegoro tersebut, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat dan membahayakan sendi-sendi kehidupan bernegara di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas suatu bangsa.

Jika kondisi tersebut terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang lama, maka akan menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat kepada hukum dan para penegak hukum. Untuk itu, Syarifuddin mengingatkan upaya pemberantasan korupsi, harus terus dilakukan dengan melibatkan semua komponen bangsa. “Pemberantasan korupsi harus dimulai dari tahap pencegahan yaitu dengan memberikan pendidikan antikorupsi dari sejak dini melalui pendekatan spiritual keagamaan.”

Sedangkan pada tahap penegakan hukum, selain menggunakan pendekatan penal (hukuman pidana, red), juga harus menekankan pada upaya pemulihan kerugian negara, sehingga para penegak hukum dapat lebih optimal dalam mengejar harta kekayaan si pelaku yang diperoleh dari tindak pidana korupsi untuk mengganti kerugian yang dialami negara. Tidak hanya dengan menggunakan Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tindak Pidana Korupsi, namun juga dengan menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

Ia juga mengingatkan MA telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Permohonan Penanganan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana  Pencucian  Uang  atau  Tindak  Pidana Lain, sebagai  implementasi dari ketentuan Pasal 67 UU TPPU. Perma tersebut menjadi solusi bagi penentuan status harta kekayaan yang telah disita oleh penyidik dalam tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lainnya, namun tersangkanya melarikan diri atau tidak ditemukan.

Dalam kesempatan ini, Ketua MA juga mengingatkan selengkap apapun dan sebagus apapun regulasi yang telah diterbitkan jika dijalankan oleh hakim yang tidak berintegritas, maka semuanya akan sia-sia. Sebab, semakin banyak regulasi dikeluarkan dan semakin tinggi ilmu yang dimiliki justru akan semakin banyak celah untuk melakukan tindakan menguntungkan dan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum.

Oleh karena itu, regulasi tetap diperlukan, kemampuan keilmuan dan kapabilitas juga dibutuhkan. Namun, integritas jauh lebih penting untuk dimiliki seorang hakim, karena hakim yang berintegritas tinggi dan dekat dengan Tuhannya melalui ibadah-ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya akan selalu dituntun oleh hati nuraninya dalam menjatuhkan setiap putusan.

“Insya Allah, putusan yang dijatuhkan atas hati nurani yang bersih   akan   senantiasa   mengandung   nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait