UU Hak Cipta Diuji Materi, Ini Respons Pemerintah dan Organisasi Profesi Musik
Terbaru

UU Hak Cipta Diuji Materi, Ini Respons Pemerintah dan Organisasi Profesi Musik

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan mempertahankan pasal 18 dan Pasal 30 tersebut sebagai bentuk pelindungan terhadap pencipta dan pemegang hak terkait dengan pertimbangan latar belakang lahirnya Undang-undang tersebut.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: RES
Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: RES

Label rekaman ternama PT Musica Studios (Musica Studios) melayangkan permohonan uji materi UU No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pada akhir November lalu dengan Nomor perkara 63/PUU-XIX/2021. Musica Studio menguji empat pasal dalam UU Hak Cipta yakni Pasal 18, Pasal 30, Pasal 122, dan Pasal 63 ayat (1) huruf b.

Dikutip dari ringkasan permohonan perkara, pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 18, Pasal 30, Pasal 63 ayat (1) huruf b, dan Pasal 122 UU 28/2014. Pemohon sebagai Produser/Produser Rekaman. Pemohon dalam melaksanakan bisnis usahanya membuat/memproduksi Fonogram, selalu didahului dengan membuat perjanjian terlebih dahulu dengan Pencipta.

Perjanjian tersebut berisi tentang pengalihan Hak Cipta atas suatu Ciptaan “lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks” dari Pencipta kepada Pemohon yang umumnya dilakukan dengan sistem flat pay sempurna atau jual putus, yaitu Pemohon membayar di muka berupa sejumlah uang kepada Pencipta sesuai dengan nilai yang disepakati bersama, dan Pencipta mengalihkan Hak Cipta atas suatu Ciptaan “lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks” kepada Pemohon untuk selama-lamanya. (Baca: Otto Berharap Pendidikan Tinggi Hukum Harus Adaptif Teknologi Dibarengi Prestasi Cemerlang)

Adapun bunyi Pasal 18 berbunyi "Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun." Dan Pasal 30 berbunyi “Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual Hak Ekonominya, kepemilikan Hak Ekonominya beralih kembali kepada Pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.”

Dilansir dari Antara, kuasa hukum Musica Studios, Otto Hasibuan, menyebut bahwa ketentuan tersebut telah merugikan kliennya. Menurut dia, hak cipta dan hak ekonomi yang telah dibeli dengan cara jual putus, seharusnya menjadi milik pembeli selama-lamanya. Menurut Otto, jika hak cipta dan hak ekonomi yang telah dibeli harus dikembalikan setelah jangka waktu 25 tahun, hal tersebut bukanlah jual beli, melainkan sewa menyewa. Dia menilai hal tersebut sejalan dengan bunyi Pasal 28 H Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi "Setiap orang berhak mempunyai Hak Milik pribadi dan Hak Milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun."

"Kalau misalnya saya beli barang lalu setelah 25 tahun dikembalikan kepada si penjual, itu namanya sewa menyewa. Itu bukan jual beli tapi sewa menyewa," kata Otto.

Dengan kondisi seperti itu, produser dinilai akan enggan membuat perjanjian jual beli dengan pencipta dan pelaku pertunjukan. Mereka akan lebih memilih untuk menyewa karena biaya yang dikeluarkan jauh lebih kecil dibandingkan membeli. Otto mengatakan, apabila nantinya MK mengabulkan penghapusan Pasal 18 dan Pasal 30 UU Hak Cipta, para pencipta, penyanyi atau pemain musik tidak perlu khawatir tentang pembayaran royalti.

Tags:

Berita Terkait