Siapa Berhak Menetapkan Kerugian Negara di Kasus Tipikor? Ini Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Siapa Berhak Menetapkan Kerugian Negara di Kasus Tipikor? Ini Penjelasan Hukumnya

Pada dasarnya terdapat tiga lembaga yang boleh menghitung dan menetapkan adanya kerugian negara dalam kasus tipikor. Siapa saja?

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (R.J Lino) divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) karena terbukti melakukan korupsi pengadaan dan pemeliharaan 3 unit QCC pada tahun 2010 di Pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Pelabuhan Palembang (Sumatera Selatan). Menariknya, putusan yang dibacakan pada Rabu, (15/12), diwarnai dengan dissenting opinion dari Ketua Majelis Hakim, Rosmina.

Rosmina menyatakan dalam diri R.J. Lino tidak ditemukan niat jahat sehingga tidak dapat dipidana. Meski demikian, R.J. Lino tetap dinyatakan bersalah karena dua orang hakim, yaitu hakim anggota satu Teguh Santoso dan hakim anggota dua selaku hakim ad hoc tipikor Agus Salim meyakini R.J. Lino melakukan korupsi.

Rosmina menilai Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK tidak cermat dalam menghitung jumlah kerugian negara. BPK, menurut Rosmina, menghitung kerugian negara dengan cara menghitung selisih nilai pembayaran pembangunan dan pengiriman serta pemeliharan 3 unit QCC dengan nilai realiasi pengeluaran HDHM.

Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memilih untuk (A) menghitung jumlah bersih yang diterima HDHM dari pembayaran Pelindo II, (B) menghitung jumlah pengadaan 3 QCC yaitu nilai HPP di manufaktur di Cina ditambah dengan margin keuntungan wajar dan biaya lain-lain, termasuk biaya pengiriman dan biaya lainnya sampai siap dipakai oleh Pelindo II sehingga jumlah kerugian negara adalah poin (A) dikurangi poin (B).

BPK juga tidak lagi memperhitungkan keuntungan penyedia barang sebagaimana Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memperhitungkan keuntungan meski kerugian negara disebut timbul akibat adanya penyimpangan-penyimpangan. (Baca: Dissenting Opinion Putusan RJ Lino, Hakim Sebut KPK Tak Cermat Hitung Kerugian Negara)

Menyoal kewenangan penetapan kerugian negara, pada dasarnya terdapat tiga lembaga yang boleh menghitung dan menetapkan adanya kerugian negara dalam kasus tipikor yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pengawas Korupsi (KPK).

Kewenangan BPK dan BPKP

Kewenangan BPK untuk menghitung dan menetapkan kerugian negara diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK. Sementara Pasal kewenangan BPKP untuk diatur dalam Pasal 3 huruf Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Sebagaimana dikutip dalam artikel Klinik Hukum “Pihak yang Berwenang Menilai Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi”, pihak yang berhak          menilai/menetapkan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait