Fahri Bachmid: Sebagai Organ Negara, Idealnya Peradi Tidak Memerlukan Pengesahan Menkumham
Pojok PERADI

Fahri Bachmid: Sebagai Organ Negara, Idealnya Peradi Tidak Memerlukan Pengesahan Menkumham

Eksistensi Peradi sebagai independent state organ pada prinsipnya melaksanakan fungsi negara. Apalagi, proses pembentukan organ negara Peradi pada hakikatnya juga berangkat dari basis legal constitutional ‘yang mempunyai derajat konstitusional yang tinggi (constitutional importance).

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia sekaligus Wakil Ketua Bidang Kajian Hukum dan Perundang-undangan DPN Peradi, Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H. Foto: istimewa.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia sekaligus Wakil Ketua Bidang Kajian Hukum dan Perundang-undangan DPN Peradi, Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H. Foto: istimewa.

Dalam keterangan tertulisnya, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia sekaligus Wakil Ketua Bidang Kajian Hukum dan Perundang-undangan DPN Peradi, Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H. menyampaikan, sebagai organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ), idealnya Peradi tidak memerlukan tindakan administratif pengesahan Menteri Hukum dan HAM. “Hal yang demikian ini mempunyai korelasi tentang lembaga atau organ negara yang merupakan ‘sine qua non’ dalam memahami dinamika sistem ketatanegaraan suatu negara,” kata Fahri.

 

Berdasarkan norma Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, menurut Fahri, selain pelaku kekuasaan kehakiman—yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi—badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang merdeka.

 

“Salah satunya adalah profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,” ujar Fahri.

 

Fahri menjelaskan, ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan tersebut memerlukan organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat sebagaimana dimaksud dalam rumusan norma Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat: “Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan UU ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat”.

 

Adapun secara konstitusional, tecermin dalam putusan MK dalam Perkara No.014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 yang pada hakikatnya menegaskan bahwa organisasi Peradi sebagai satu- satunya wadah profesi advokat. Dengan kata lain, pada dasarnya, Peradi adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.

 

“Dengan demikian, secara teoretis berdasarkan ajaran hukum tata negara, lembaga atau organ negara merupakan institusi-institusi yang dibentuk berdasarkan hukum untuk menjalankan fungsi-fungsi negara, baik fungsi klasik maupun fungsi secara aktual,” Fahri menambahkan.

 

Kewenangan OA pada Wadah Tunggal

Berdasarkan teori konsep hukum dari istilah negara, Fahri mengungkapkan, ciri yang dilekatkan kepada negara hanya dapat dipahami sebagai ciri dari suatu tatanan norma atau komunitas yang dibentuk oleh tatanan norma tersebut. Hal ini dapat dipahami secara jelas dalam UU RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat; serta dibentuk Peradi sebagai perintah UU Advokat. Organisasi advokat Peradi sendiri secara hukum dijamin kemandirian dan kebebasannya sebagai organisasi profesi yang didirikan berdasarkan UU Advokat.

Tags:

Berita Terkait