Sudi Achmad Bikin ‘Putusan' Kasasi Perkara Probosutedjo
Berita

Sudi Achmad Bikin ‘Putusan' Kasasi Perkara Probosutedjo

Harini Wijoso yang mantan hakim tinggi tersebut terkecoh dengan ulah Sudi Achmad

Oleh:
Aru/CRF
Bacaan 2 Menit
Sudi Achmad Bikin ‘Putusan' Kasasi Perkara Probosutedjo
Hukumonline

 

Karena belum turun, Harini menanyakan ke Pono, yang dijawab Pono Tunggu saja, kata Harini menirukan Pono. Kemudian, diceritakan Harini, Pono menjanjikan putusan akan turun tanggal 29 September 2005. Untuk itu, Pono meminta uang sebanyak Rp5 miliar. Dalam sidang sebelumnya, Pono mengaku dirinya hanya meminta Rp2 miliar seperti yang diminta Sudi. Ia mengira justru Harini yang meminta tambahan Rp3 miliar tersebut ke Probosutedjo.

 

Yang cukup menarik, Harini dalam persidangan mengaku hanya meminta Pono untuk mempercepat putusan perkara Probosutedjo, bukan untuk memenangkan perkara. Lebih spesifik, Harini hanya meminta Pono untuk mengurus Bagir, dengan alasan Bagir dalam kasus tersebut bertindak selaku ketua majelis. Menurut pengalaman Harini, ketua majelis punya wewenang untuk mempercepat perkara.

 

Saat ditanya mengapa memilih Pono, Harini menyatakan, selain karena dirinya mengenal Pono, Pono juga mengaku sangat dekat dengan Bagir. Hal inilah yang menambah keyakinan Harini untuk meminta bantuan Pono.

 

Ditambahkan Harini, dalam pertemuannya dengan Pono saat meminta bantuan yang bertempat di lahan parkir barat MA, dirinya menyangkal keberadaan Sudi Achmad. Pengakuan Harini ini membantah pernyataan pono sehari sebelumnya yang menyatakan saat itu Sudi Achmad melintas dan ikut nimbrung seraya menjanjikan bisa mengurus perkara. Tidak ada siapa-siapa pak selain saya dan Pono, ujar Harini.

 

Rekaman Terpisah

Dalam persidangan dengan terdakwa Pono tersebut, lagi-lagi penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperdengarkan rekaman pembicaraan (tanggal 7 September 2005, red) antara Harini dengan Pono. Awalnya, Harini yang menjadi saksi keberatan dengan niat penuntut umum, alasannya, rekaman itu telah diperdengarkan sehari sebelumnya saat ia menjadi terdakwa.

 

Keberatan Harini tersebut ditolak oleh majelis, dan penuntut akhirnya memperdengarkan sebagian pembicaraan yang belum diperdengarkan dalam sidang sebelumnya. Dari rekaman itu diketahui Harini adalah pihak yang menyarankan agar Pono pergi ke Lampung yang ternyata tidak dituruti Pono. Panjenengan rak menggok mrono tho (anda tidak jadi pergi kesana kan, red)?, kata Harini. Mboten (tidak, red), jawab Pono.

 

Dalam rekaman juga disebutkan bagaimana Probosutedjo banyak didatangi orang yang menawarkan jasa untuk mengurus perkaranya. Mereka, kata Harini dalam rekaman digambarkan seolah-olah mengetahui informasi terakhir perkara Probosutedjo. Informasinya, perkara tersebut tinggal menunggu P-3 (pembaca tiga-Bagir Manan, red). Sementara, P-1 dan P-2, yakni Usman Karim dan Parman Suparman sudah diketahui sikapnya.

 

Karena itulah, dengan alasan tidak enak dengan Probosutedjo, Harini meminta agar pengurusan perkara ini dipercepat. Tentang P-1 dan P-2, terkuak dalam rekaman bahwa Pono mengatakan mengetahui sikap mereka. Bahkan, Pono dalam rekaman mengaku khawatir jika sikap P-1 dan P-2 ini karena sesuatu (tidak dijelaskan dalam rekaman, red).

 

Memang, rekaman yang diperdengarkan secara sepotong-sepotong tersebut cukup membingungkan. Hal ini sebenarnya bukan kemauan penuntut, tetapi majelis yang meminta agar rekaman tersebut diperdengarkan seperlunya saja dengan alasan supaya fokus. Menurut keterangan Khaidir Ramly, penuntut umum KPK, rekaman yang diperdengarkan dalam dua kali sidang tersebut adalah rekaman percakapan tanggal 16 Agustus 2005 dan 7 September 2005.

Saat pertama kali Harini Wijoso dan lima pegawai Mahkamah Agung (MA) tertangkap, muncul dugaan telah terbit sebuah putusan majelis kasasi perkara yang membebaskan Probosutedjo. Awalnya, kebenaran tentang ada tidaknya putusan itu tidak diketahui, sampai akhirnya, misteri putusan Probosutedjo tersebut terbongkar. Adalah Sudi Achmad, staf Wakil Sekretaris Korpri MA yang mengaku membuat petikan putusan Probosutedjo yang dibuat dalam dua versi, tulisan tangan dan ketikan.

 

Pengakuan Sudi ini diberikan saat menjadi saksi dalam sidang dugaan penyuapan majelis kasasi Probosutedjo dengan terdakwa Malem Pagi Sinuhadji di Pengadilan Korupsi, Kamis (9/3). Perbuatan ini, kata Sudi, dilakukan karena dirinya didesak Pono Waluyo yang mempertanyakan putusan perkara Probosutedjo.

 

Dalam pengakuannya, lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta ini mengaku mencontek buku untuk membuat petikan putusan tersebut. Perbuatan Sudi tergolong sukses, karena mampu mengelabui Harini yang mantan hakim. Sementara, Harini sendiri meski awalnya mengaku ragu dengan isi petikan putusan itu, pada akhirnya menerima petikan putusan dalam tulisan tangan tersebut dan menyerahkannya ke Probosutedjo.

 

Keraguan Harini ini wajar, karena dalam putusan terdapat amar yang janggal. Yakni membatalkan putusan PN dan PT serta membebaskan Probosutedjo dari tuntutan hukum. Selanjutnya, dalam petikan putusan juga disebutkan jika majelis menghukum Probosutedjo untuk membayar biaya perkara sebesar Rp750 ribu.

 

Bentuk Putusan

Dikisahkan Harini, pada 5 September 2005 Pono memberitahunya jika perkara kasasi Probosutedjo sudah diputus. Untuk membuktikannya, sehari kemudian Pono menyerahkan putusan tulisan tangan itu kepada Harini. Selanjutnya, Pono kembali memberikan putusan dengan bunyi yang sama tapi dalam bentuk ketikan. Untuk membuktikan kebenaran putusan, Harini sempat mengecek ke PN Jakarta Pusat, ternyata putusan belum turun.

Halaman Selanjutnya:
Tags: