Sebastian Pompe : KY Politis, MA Defensif
Utama

Sebastian Pompe : KY Politis, MA Defensif

Untuk menyelesaikan perseteruan, MA-KY harus menghilangkan budaya konfrontatif

Oleh:
Aru
Bacaan 2 Menit
Sebastian Pompe : KY Politis, MA Defensif
Hukumonline

 

Saat diingatkan bubarnya Tim Gabungan Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK), ia mengakui peristiwa itu pahit sekali. Dalam peristiwa itu, Bas menilai MA seperti melindungi dirinya sendiri saat ditemukan dugaan korupsi ditubuhnya sendiri. Dan, menurutnya itu kejadian yang tidak perlu diulang.

 

Untuk mengatasi perseteruan yang oleh Bas diartikan sebagai constitutional crisis (krisis konstitusi) itu, perlu adanya persamaan persepsi dan cara berkomunikasi yang baik.

 

Misalnya saja MA, lembaga pimpinan Bagir Manan itu kata Bas perlu mengungkapkan apa yang telah ia capai selama ini. Hal itu dilakukan untuk mendongkrak kepercayaan publik terhadap lembaga pengadilan.

 

Sementara, KY harus dapat memposisikan dirinya sebagai mitra MA. bukannya malah memakai pendekatan atau merasa dirinya sebagai polisi. Pendapat seperti ini pernah disampaikan oleh Djoko Sarwoko, juru bicara MA. Djoko menilai KY selama ini tidak bertindak selayaknya mitra untuk menegakkan keluhuran hakim, tetapi justru meruntuhkannya.

 

Pada pokoknya, Bas menilai yang harus dilakukan kedua lembaga adalah menghilangkan budaya konfrontatif dua lembaga tersebut. Menyinggung upaya tim fasilitator MA-KY yang mengusulkan agar MA-KY mencabut judicial review-Perpu, Bas menilai itu langkah yang baik, namun, sekali lagi budaya konfrontatif adalah masalah uatamanya. Karena jika tidak, maka dikemudian hari persoalan yang sama sangat mungkin untuk terjadi. 

 

KY Seperti Pengadilan

Masih tentang KY, Bas juga mengingatkan agar KY jangan sekali-sekali masuk ke isi putusan. Kalau seperti itu, KY akan berubah dari fungsinya sebagai komisi pengawasan hakim, jadi seperti ‘pengadilan' tersendiri. Karena kalau tidak puas dengan putusan pengadilan maka semuanya berpaling ke KY, kata Bas mencontohkan.

 

Bukan isi putusannya, misalnya, pasal 1365 harus ditafsirkan seperti apa itu tugas MA, jadi putusan jadi seperti alat bukti aja, tutur Bas.

 

Kendati demikian, hal tersebut bukan harga mati. KY, ungkap Bas bisa saja masuk isi putusan dengan syarat, yakni dalam kondisi yang sangat ekstrim.

 

Apa yang disampaikan Bas memang ada benarnya. Dari pemantauan hukumonline, banyak sekali pihak yang tidak puas atas putusan pengadilan yang mengadu ke KY. Misalnya saja kasus Munir, kasus korupsi Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Bahkan, bukan saja pihak luar yang melapor, KY juga sempat pro aktif usai putusan suatu perkara. contohnya, usai putusan bebas buat Neloe Cs, beberapa saat setelah putusan, KY langsung menyatakan meminta salinan putusan untuk dipelajari.

Sebastiaan Pompe, pemerhati hukum Indonesia menyatakan keprihatinannya atas perseteruan yang terjadi antara Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudsial (KY). Ditemui usai peluncuran bukunya, The Indonesian Supreme Court: A Study of Institutional Collapse, terbitan Southeast Asia Program Cornell University pada 2005, Jumat (17/3), Bas sapaan akrab Sebastiaan Pompe menilai langkah MA (40 hakim agung, red) sebagai langkah defensif. Sementara pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) sebagai langkah politis.

 

Mengomentari performa KY, Bas menyatakan tidak pernah ia jumpai dinegara manapun lembaga KY yang se-politik KY di Indonesia. Dikatakannya, Perpu bukan satu-satunya parameter tingkat politisasi langkah KY. Beberapa sikap KY yang semakin menegaskan pendapatnya, setiap ada masalah lembaga pimpinan Busyro Muqoddas itu cenderung lari ke DPR atau media massa.

 

Ditambahkan Bas, beberapa kemungkinan yang menyebabkan sikap KY sehingga begitu politis misalnya, tahap pemilihan anggotanya oleh DPR. Kemudian, ada anggota yang sumbernya (asalnya, red) dari DPR. Dari penelusuran hukumonline, salah satu anggota KY yang mantan anggota DPR adalah Thahir Saimima.

 

Selain KY, MA juga tak luput dari kritikannya. Bas memandang sikap MA cenderung defensif jika ada pihak luar yang mengkritisi lembaga pengadilan tertinggi itu. Misalnya mereka selalu menggunakan independensi peradilan sebagai alasannya, ujar Bas.

 

Bunuh Diri.

Kembali ke KY, Bas dengan terbuka menyatakan kekhawatirannya atas masa depan KY. Seandainya ini jadi krisis ungkap Bas, pertanyaannya apakah MA bisa dihapus? Kan sulit, karena hakim senantiasa perlu ada. tapi KY perlu ada tidak? Ya mungkin tidak kalau dia cuma bikin masalah saja.

Tags: