Perlindungan Hukum TKI di Mata Para Diplomat Indonesia
Berita

Perlindungan Hukum TKI di Mata Para Diplomat Indonesia

Diplomasi untuk lebih melindungi TKI di luar negeri mutlak diperlukan. Perjanjian kesepahaman dengan negara penerima menjadi salah satu alternatif.

Oleh:
CRR
Bacaan 2 Menit
Perlindungan Hukum TKI di Mata Para Diplomat Indonesia
Hukumonline

 

Menanggapi persoalan yang sering mendera TKI/TKW tersebut, Tuti mengungkapkan salah satu penyebabnya adalah sikap dari penyalur TKI yang memperlakukan mereka seolah komoditi belaka. Untuk itulah dirinya menghimbau pada Komnas Perempuan serta pemerintah agar mendirikan pengawas penyalur tenaga kerja.

 

Didik menyatakan banyak persoalan selama ini berasal dari bebrapa faktor, yaitu payung hukum yang tidak tegas mengatur proses penempatan TKW sebagai pembantu Rumah Tangga di luar negeri. Petunjuk pelaksanaannnya belum ada. Akibatnya pengiriman pembantu rumah tangga oleh pengerah tenaga kerja resmi dan perorangan maupun agensi dari Malaysia sulit dipantau oleh perwakilan RI karena banyak yang tidak menggunakan job order atau kontrak kerja, ulasnya.

 

Sidang  Mahkamah Konstitusi (MK) atas pengujian UU No. 39 Tahun 2004 memang memutuskan bahwa lulusan SD pun boleh menjadi TKI. Tetapi menurut Didik pada kenyataannya justru itu yang akan menyulitkan mereka sendiri karena kebanyakan dari TKI sulit memahami klausul-klausul dalam kontrak. Bahkan banyak yang tidak paham hak-hak hukum mereka ketika bekerja.

 

Fachry kemudian membandingkan dengan aturan perburuhan Singapura. Kota yang dikenal dengan tata hukum yang ketat itu mensyaratkan TKA dengan usia minimal berumur 23 tahun dan telah menempuh 9 tahun pendidikan. Hukum di Singapura jelas dan tegas. Kalaupun ada ilegal environment itu merupakan kesalahan Singapura, misalnya majikan mempekerjakan TKA bukan pada tempatnya atau agensi mempekerjakan orang diluar izin kerjanya, ucapnya jelas.

 

Payung Hukum

Penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut berperan sangat penting sebagai payung hukum. "yang perlu diperhatikan adalah bagaimana implementasinya, tutur Fachry.

 

Sementara, Didik menjelaskan kemungkinan besar pelaksanaan MoU, tidak berjalan mulus. Ganjalan itu diantaranya karena masyarakat Malaysia lebih memahami UU Perburuhan mereka sendiri yang tidak mengatur hak dan kewajiban PRT. Selain itu juga sosialisasi akaN memakan waktu dan dalam masa transisi penggunaan MoU tersebut, permasalahan yang sama akan berulang.

 

Kenapa TKI banyak bermasalah? Ya pertama dikarenakan banyak PJTKI juga yang bermasalah, ujar Erman Suparno, Menakertrans, Erman Suparno, pada saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR-RI (17/5), mengungkapkan akan meengadakan Rakor dengan seluruh Penempatan Perusahaan Jasa TKI (PJTKI ) dan LSM yang menjadi pengawas TKI. Pihak departemennya akan melakukan pembenahan. Kalau dari mereka ada yang nakal, akan dilakukan tindakan, jelas Erman menjawab pertanyaan anggota Komisi IX yang mempertanyakan kelanjutan dari MoU TKI.

 

Erman menginformasikan di Indonesia ada kurang lebih 477 PJTKI. Sedangkan sekitar tiga perempatnya yaitu sebanyak 386 PJTKI berada di Jakarta. Sisanya yang berada di daerah itu menurut Erman kebanyakan hanya calo-calo TKI.

 

Mengatasi hal itu, pengurusan izin PJTKI tidak akan saya bolehkan lagi mengurus izinnya di Jkt. Saya hanya mengijinkan PJTKI di propinsi, karena yang tahu masalh calon TKI itu di daerah masing-masing, tegasnya yang mengakui akan banyak tantangan mewujudkannya. Salah satu langkah kedepannya adalah bagaimanan membuat antara UU yang satu dan lainnya berjalan beriringan. Menurut Erman, biro hukum Depnakertrans sudah menginventarisir semua Keputusan Menteri yang tumpang tindih.

Peranan buruh migran di luar negeri sangat besar artinya bagi pemasukan di indonesia. Akan tetapi kita seringkali mendengar masalah yang dialami para pahlawan devisa. Perlindungan maksimal belum didapatkan oleh para TKI tersebut. Saatnya pemerintah untuk berbenah diri dan mulai concern  dengan persoalan tersebut. Ini tentunya bukan merupakan soal yang main-main lagi.

 

Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia mengenai rekruitmen dan penempatan PLRT (penata laksana rumah tangga) pada 13 Mei lalu di Denpasar Bali, tampaknya menjadi suatu awal baik bagi komitmen pemerintah Indonesia untuk memberikan pengaman lebih maksimal bagi mereka. Saya sangat setuju, TKI jangan dijadikan komoditi karena yang sebenarnya menjadi bos itu adalah TKI karena bisa memberikan pemasukan pada negara, tutur Fachry Sulaiman, Protokol dan Konsuler Kedutaan besar Indonesia di Singapura.

 

Lebih lanjut Wita Purnamasari Kamil, Konsuler pada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Baru, Malaysia, mengatakan bahwa selama ini pihaknya sudah melakukan proteksi yang cukup pada para buruh migran tersebut. Perlu diketahui kami tidak hanya mengurusi proses kepulangan mereka saja, tapi kami juga memastikan sampai mereka benar-benar aman sampai di kampung halaman, jelasnya. Ia mencontohkan kasus TKI bernama Nuraeni yang hampir saja tertipu oleh pihak yang ingin menguras gaji tanpa sepengetahuannya.

 

Didik Trimardjono, Konsul Urusan Konsuler KJRI Johor Baru, Malaysia,  menginformasikan bahwa sejak bulan januari hingga Desember 2005, jumlah TKW bermasalah yang pernah ditampung di KJRI-JB kurang lebih ada 500 orang. Sedangkan  mulai Januari sampai April 2006 KJRI telah memulangkan lebih dari 100 orang TKI/TKW.

 

Perbedaan latar belakang budaya dan kondisi diperparah dengan pengalaman dan pendidikan  buruh migran yang minim. Tuti Indarsih Loekman Soetrisno, Komisi IX DPR-RI Fraksi PAN, mengungkapkan bahwa ketika dia berbicara dengan 19 duta besar Timur Tengah di Indonesia pada minggu lalu, terungkap keluhan mereka tentang TKI yang tidak dipersiapkan secara fisik dan mental.  Faktor bahasa juga maua tidak mau menurut Tuti, harus diakui TKI kita belum terasah keahliannya.

Tags: