Vonis Minimal Untuk Daan Dimara
Berita

Vonis Minimal Untuk Daan Dimara

Untuk pertama kalinya, penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi oleh majelis pengadilan Tipikor dianggap tidak dapat membuktikan adanya kerugian negara atau keuangan negara.

Oleh:
Aru
Bacaan 2 Menit
Vonis Minimal Untuk Daan Dimara
Hukumonline

 

Menanggapi pembelaan Daan yang mendalilkan waktu mendesak sebagai alasan, majelis berpendapat hal tersebut bukan alasan atau kriteria yang dimaksud Pasal 17 ayat (5) Keppres, sehingga tidak bisa dijadikan alasan pembenar. Lebih-lebih, pemilu menurut majelis adalah kegiatan nasional yang bisa dipersiapkan lebih dini.

 

Apabila sejak diangkat Daan merasa waktu tidak mencukupi, sesuai Keppres Daan dapat menolak penunjukannya. Tidak dapat dibenarkan untuk mencapai pemilu yang sukses kemudian prosesnya dilakukan secara melanggar hukum. Justru karena pemilu adalah kegiatan nasional, seharusnya menjadi contoh sukses. Bukan hanya sukses hasil tapi juga sukses proses pengadaannya, lanjut majelis.

 

Namun demikian, Daan oleh majelis hanya dipersalahkan dalam pengadaan segel surat suara untuk pemuilu legislatif. Sedangkan untuk pemilu presiden dan wakil presiden (Pilpres) I dan II, Daan dianggap tidak bersalah. Majelis berpandangan penunjukan PT Royal Standard untuk pemilu Pilpres I dan II bukan atas usulan Daan. Karena penunjukan sudah dilakukan sebelum panitia dibentuk. Maka sebagai konsekwensinya, tidak ada cukup alasan untuk menyatakan Daan melakukan perbuatan berlanjut (Vorgezete handeling) seperti yang didakwakan.

 

Atas perbuatannya, Daan menurut majelis dianggap bersalah seperti dalam dakwaan pertama. Yang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan (3) UU 31/1999 sebagaimana dirubah dengan UU 20/2001 (UU Korupsi) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Yang juga menarik, uang AS$30 ribu yang diterima Daan dari Kepala Biro Keuangan KPU, Hamdani Amin dan telah diserahkan Daan kepada KPK, oleh majelis dikembalikan kepada Daan. Menurut majelis, pemberian uang tersebut tidak terbukti dilakukan untuk mempengaruhi Daan dalam melakukan penunjukan langsung terhadap PT Royal Standard. Majelis menilai pemberian itu merupakan hubungan internal di KPU.

 

Untung Sastrawijaya

PT Royal Standard menurut majelis tidak melalui tahapan-tahapan dalam prosedur penunjukan langsung yang diatur Pasal 20 ayat (4) Keppres. Namun demikian, meski tidak melalui tahapan-tahapan yang seharusnya, Untung sebagai Direktur PT Royal Standard ternyata menandatangani dokumen-dokumen berita acara kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan.

 

Semuanya hanya formalitas, dan dibuat setelah pekerjaan berjalan dengan penanggalan yang dibuat mundur. Seharusnya, Untung menurut majelis menolak menandatangani berita acara tersebut. Selain itu, majelis menyatakan spesifikasi segel surat suara yang dikerjakan PT Royal Standard ternyata tidak sesuai dengan yang diminta KPU.

 

Selain itu, majelis menanggapi pembelaan penasihat hukum Untung yang mempersoalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materiil UU 31/1999 yang menyatakan perbuatan melawan hukum materii dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menurut majelis, putusan MK tidak dapat diberlakukan. Pasalnya, putusan MK baru diputuskan bulan Juli 2006, sedangkan perkara Untung terjadi tahun 2004.

 

Menurut majelis Untung terbukti bersalah melakukan perbuatan pidana seperti yang didakwakan dalam dakwaan kesatu yang melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Uang Pengganti

Ini yang menarik, untuk pertamakalinya penuntut umum tidak mampu membuktikan adanya kerugian keuangan atau perekonomian negara. Majelis dalam perkara Daan dan Untung mempertanyakan metode perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh ahli Agung Krishartanto dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

 

Terungkap dalam persidangan, Agung memperoleh dan mengambil bulat-bulat perhitungan yang dibuat oleh ahli Herman Yakub dari Asosiasi Percetakan Sekuriti Indonesia (Aspersindo). Sedangkan untuk ongkos kirimnya, ahli memperolehnya dari kontrak antara PT Royal Standard dengan PT Pos dan PT Titipan Kilat (Tiki).

 

Aspersindo adalah organisasi perusahaan-perusahaan percetakan sekuriti Indonesia, salah satu anggotanya adalah PT Royal Standard. Herman sendiri adalah Sekretaris Aspersindo yang juga memiliki perusahaan percetakan sekuriti yang sejenis dengan PT Royal Standard.

 

Menurut majelis, hasil perhitungan yang dibuat ahli Herman yang meliputi biaya produksi segel pemilu legislatif yang diproduksi PT Royal Standard tidak dapat dipergunakan sebagai komponen untuk membandingkan harga atau biaya produksi tersebut dengan uang negara yang sesungguhnya yang dikeluarkan.

 

Sebab, perhitungan harga atau biaya produksi yang dibuat Herman yang juga memiliki perusahaan sejenis mempunyai semangat kompetisi dengan perusahaan sejenis lainnya. Karena dia adalah seorang kompetitor. Dengan demikian, perhitungan kerugian negara dalam perkara ini yang dibuat Agung adalah tidak dapat menghasilkan perhitungan yang fair dan obyektif. Terlebih, ahli Herman Yakub diminta untuk melakukan perhitungan biaya produksi segel yang dicetak PT Royal Standard setelah terjadinya perkara ini.

 

Sehingga menurut penilaian majelis, secara psikologis mempengaruhi hasil perhitungannya. Kesimpulannya, perhitungan kerugian negara yang dibuat Agung tidak dapat dipergunakan untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara. Sehingga kerugian negara yang riil dalam pekara ini tidak dapat dibuktikan. Namun demikian, karena kata 'dapat' merupakan delik formil, maka Akibat itu tidak perlu terjadi tapi apabila perbuatan itu dapat atau mungkin merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka perbuatan pidana itu sudah selesai dan sempurna. Sehingga akibat dari kerugian negara yang riil tidak menjadi penting untuk terbukti tidaknya unsur ini.       

 

Banding

Atas putusan tersebut, baik Daan, Untung maupun penuntut umum –yang sama- dalam dua perkara itu yang terdiri dari Tumpak Simanjuntak, Zet Ta'dung Allo dan Suwardji mengajukan banding. Daan beralasan pertimbangan majelis yang menyatakan dirinya hanya bertanggung untuk pemilu legislatif dan penbgembalian duit AS$30 ribu menunjukkan dirinya sebenarnya tidak layak dihukum empat tahun penjara.

 

Atas alasan itu, Gusrizal menyatakan, itu adalah hukuman minimal yang kami jatuhkan dengan mempertimbangkan perbuatan terdakwa. Sedangkan Erick S. Paat, penasihat hukum Daan meminta agar dirinya segera mendapatkan salinan putusan. Menurut Erick, salinan putusan tersebut diperlukan dalam pelaporan sumpah palsu oleh Hamid Awaludin.

 

Sementara, Tumpak Simanjuntak menyatakan tidak terbuktinya kerugian keuangan atau perekonomian negara sebagai alasan pengajuan banding. Khusus untuk Untung, selain soal kerugian negara, Tumpak menyatakan jauhnya putusan dengan tuntutan sebagai alasan tambahan.

 

Ditanya soal tidak diterimanya ahli Herman Jakub, Tumpak berkata, Menurut kami Aspersidndo layak, itu yang dijadikan bahan oleh BPKP untuk menghitung kerugian Negara. Kita tetap berpegangpada ahli yang kita ajukan. BPKP secara tegas sudah menyampaikan bahwa ahli dari Aspersindo adalah darta yang benar-benar independen. Aspersindo itukan percetakan sekuriti. Paling tahu mengenai sekuriti.

 

Selain itu, Tumpak juga mengomentari amar putusan majelis yang mengembalikan duit AS$30 ribu ke Daan. Tumpak mengaku tidak habis mengerti alasan majelis mengembalikan duit tersebut. Tunpak kemudian membandingkan kasus Daan dengan Nazarudin Sjamsidin yang lebih dulu divonis karena salah satu alasannya menerima duit dollar dana taktis dari Hamdani.

 

Perkara dugaan korupsi pengadaan segel surat suara Pemilu 2004 (meliputi Pemilu legislatif, Pilpres I dan II) yang mencatut nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin berakhir sudah. Setidaknya untuk sementara. Pasalnya, Jumat (15/9), pengadilan tindak pidana korupsi membacakan dua putusan dalam kasus yang sama dengan berkas terpisah. Satu kasus dengan terdakwa Daan Dimara, anggota Komisi Pemilihan Umum yang menjadi ketua panitia pengadaan dan satu lainnya dengan Untung Sastrawijaya –rekanan KPU- sebagai terdakwa.

 

Daan oleh majelis hakim yang diketuai Gusrizal dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider subsider dua bulan kurungan. Sedangkan Untung yang disidang sebelum Daan oleh majelis hakim yang diketuai Masrurdin Chaniago divonis lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan untuk Daan dan Untung sebelumnya.

 

Menariknya, untuk pertama kalinya, penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi oleh majelis pengadilan Tipikor dianggap tidak dapat membuktikan adanya kerugian negara atau keuangan negara. Akibatnya, Daan dan Untung tidak diwajibkan membayar uang pengganti secara tanggung renteng seperti yang dituntutkan sebelumnya yang mencapai Rp3,5 miliar.

 

UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 2

(1)          Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Penjelasan Pasal 2 ayat (1)

Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan atau perekonomian negara menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. (Cat: penjelasan ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi)

 

Pasal 17 Keppres 80/2003

(5)   Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap I (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

 

 

 

Daan Dimara

Dalam putusan Daan, majelis menyatakan Daan hanya terbukti bersalah melakukan penunjukan langsung atas PT Royal Standard dalam pengadaan segel surat suara untuk Pemilu Legislatif 2004. Menurut majelis, penunjukan langsung tersebut tidak memenuhi kriteria yang diatur dalam Pasal 17 ayat (5) Keputusan Presiden 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa untuk Instansi Pemerintah.

Tags: