Citizen Law Suit Kasus Nunukan Kalah di Tingkat Banding
Berita

Citizen Law Suit Kasus Nunukan Kalah di Tingkat Banding

Tim Advokasi Tragedi Nunukan mengecam putusan majelis hakim. Salinan putusan baru diterima tujuh bulan setelah diputus.

Oleh:
CRH
Bacaan 2 Menit
Citizen Law Suit Kasus Nunukan Kalah di Tingkat Banding
Hukumonline

 

Karena di PN Jakarta Pusat dinyatakan terbukti belum maksimal dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya yang menjadi buruh migran di luar negeri, para tergugat kemudian mengajukan banding pada 22 Desember 2005 lalu.

 

Lapor ke MA dan KY

TATN mengecam keras putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tersebut. Di kantor LBH Jakarta, Jum'at (24/11), mereka membeber sejumlah keganjalan dalam putusan setebal 12 halaman itu.  Putusan ini cuma satu paragraf tiga baris, tanpa pertimbangan hukum yang jelas. Ini jelas tidak fair, ujar Asfinawati, anggota TATN.

 

Asfinawati juga mempertanyakan keterlambatan PT dalam merespons upaya banding ini. Dia menengarai majelis hakim PT DKI Jakarta turut serta menyembunyikan para pelaku yang terlibat dalam kasus ini.

 

Choirul anam, anggota TATN yang lain, berpandangan bahwa majelis hakim PT DKI Jakarta hanya mendasarkan pada dokumen pemerintah tentang pembentukan kelompok kerja (pokja) yang menangani deportan. Mereka tidak mau mencermati bagaimana kinerja pokja itu di lapangan. Padahal, fakta menunjukkan ada 79 orang meninggal, ditambah ratusan korban lainnya yang sakit. Investigasi yang kita lakukan menyimpulkan kinerja pokja itu sangat buruk, tegas Anam.

 

TATN belum bisa menentukan langkah apa yang akan ditempuh. Yang jelas, mereka punya dua alternatif. Selain mengajukan kasasi ke MA, kemungkinan lainnya adalah mengirim surat ke MA dan KY yang pada intinya menyatakan bahwa putusan PT dalam kasus ini tidak kredibel dan tidak fair karena pertimbangan hukum sangat lemah. Untuk mengajukan kasasi, kita akan koordinasi dulu dengan penggugat prinsipal, ujar Anam.

 

Ditanya mengapa berkirim surat ke MA dan KY, Asfinawati punya alasan unik. Kalau mereka (para hukum PT yang memutus perkara ini—red) ingin menjadi hakim agung, maka ini akan menjadi catatan tersendiri. Artinya, track record mereka buruk, tegasnya.

 

Sempat menuai optimisme karena PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan citizen law suit yang diajukan kepada sembilan pejabat pemerintah yang dinilai lamban menangani tragedi Nunukan yang terjadi Juli 2002 lalu, Tim Advokasi Tragedi Kemanusiaan Nunukan (TATKN) kini dilanda kekecewaan. Pasalnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta telah mengabulkan upaya banding yang ditempuh para tergugat. Majelis PT DKI Jakarta yang terdiri dari Husyaini Andin Kasim (ketua), Sukidjan dan Sri Handojo, membatalkan putusan PN Jakarta Pusat No. 28/Pdt.G/2003/PN. Jkt. Pst, tanggal 8 Desember 2003.

 

Pada sidang tingkat pertama di PN Jakarta Pusat, para tergugat dinyatakan terbukti belum maksimal dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya yang menjadi buruh migran di luar negeri. Karena itu,  PN Jakarta Pusat menghukum para tergugat untuk segera mengambil langkah-langkah konkret pembenahan dan pengawasan mekanisme kerja dan koordinasi antara para tergugat mengenai peraturan buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya.

 

PT DKI Jakarta justru berpendapat sebaliknya. Dalam putusan No. 480/PDT/2005/PT DKI yang ditetapkan 4 April 2006, PT DKI Jakarta menyatakan, oleh karena para tergugat tidak terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka gugatan para penggugat harus ditolak seluruhnya.

 

Gugatan citizen law suit ini semula diajukan oleh 53 orang anggota masyarakat dimana TATKN bertindak sebagai kuasa hukumnya. Mereka berasal dari kalangan yang heterogen, mulai rohaniwan Romo Sandyawan Sumardi, aktivis perempuan Nursyahbani Katjasungkana, bekas buruh migran hingga ibu rumah tangga. Mereka berkeyakinan telah terjadi pelanggaran HAM terhadap buruh migran Indonesia dan anggota keluarganya yang dideportasi secara massal dari Malaysia ke Nunukan, Kalimantan Timur, Juli 2002.

 

Sembilan pejabat pemerintah yang menjadi tergugat dalam perkara ini adalah Presiden, Wakil Presiden, Menko Kesra, Menteri Luar Negeri, Menteri Sosial, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Kesehatan, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, dan Dirjen Imigrasi Departemen Kehakiman & HAM.

Halaman Selanjutnya:
Tags: