Dipersoalkan karena Poligami, Zaenal Ma'arif Gugat Pengurus PBR
Berita

Dipersoalkan karena Poligami, Zaenal Ma'arif Gugat Pengurus PBR

Pengurus Partai Bintang Reformasi bertarung lewat pengadilan. Posisi Zaenal Ma'arif sebagai Wakil Ketua DPR terus dipermasalahkan karena poligami.

Oleh:
CRI
Bacaan 2 Menit
Dipersoalkan karena Poligami, Zaenal Ma'arif Gugat Pengurus PBR
Hukumonline

Rapat Paripurna DPR pembukaan masa sidang DPR sempat diwarnai interupsi yang mempersoalkan posisi Zaenal Ma'arif sebagai Wakil Ketua DPR. Interupsi disampaikan anggota DPR dari partai tersebut Zaenal Abidin Husein. Abidin menanyakan jawaban atas surat yang dikirim DPP PBR mengenai penarikan Zaenal Ma'arif ke komisi. Ketua DPR Agung Laksono mengatakan bahwa nasib Zaenal akan dibahas Rapat Pimpinan DPR pada 9 Januari.

 

Ketika posisinya terus dihujat dan diutak atik secara politik, Zaenal Ma'arif justeru menempuh upaya hukum. Melalui pengacaranya, Zaenal melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke PN Jakarta Selatan. Dalam gugatan enam halaman yang didaftarkan Senin (8/01), Zaenal menggugat Bursah Zarnubi (Ketua Umum DPP PBR), H. Rusman HM Ali (Sekjen), dan Yusuf Lakaseng (Wakil Sekjen). 

 

Zaenal mengungkit pernyataan DPP PBR yang telah mempersoalkan poligami yang ia lakukan. Lantaran poligami itu, PBR meminta agar Zaenal ditarik dari posisinya sebagai Wakil Ketua DPR. Permintaan itu ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Pimpinan DPR. Nah, penerbitan surat itulah yang dinilai Zaenal sebagai tindakan yang sangat melukai perasaan penggugat. Sebab, agama yang dianut penggugat (Islam) tidak mengharamkan poligami. 

 

Menurut Zaenal, para tergugat tidak berhak mengatasnamakan DPP PBR. Sebab, hingga saat ini kepengurusan partai masih disengketakan di PN Jakarta Selatan. Oleh karerna itu ia meminta agar surat permintaan penarikan tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Sengketa kepengurusan  

Setelah PKB, kini giliran Partai Bintang Reformasi  (PBR) yang mencoba mengikuti jejak PKB untuk menyelesaikan masalah internal partainya di hadapan pengadilan umum. Gugatannya sendiri dilayangkan melelui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh beberapa pengurus partai dan pengurus organisasi yang berafiliasi langsung kepada partai tersebut.

 

Muanas, salah satu kuasa hukum penggugat yang tergabung dalam Tim Penegak Konstitusi Partai yang ditemui hukumonline menyatakan bahwa yang digugat oleh kliennya adalah keabsahan hasil Muktamar Islah PBR yang diselenggarakan beberapa waktu lalu di Bali.

 

Tergugatnya sendiri dalam perkara ini adalah adalah Dewan Pimpinan Pusat hasil Muktamar Islah (DPP Islah) PBR sebagai tergugat I. Ketua Organized Commitee dan Ketua Steering Committee Muktamar Islah PBR, masing-masing sebagai tergugat II dan tergugat III. Sementara, dua orang Pimpinan Sidang Paripurna IV Muktamar PBR tak luput digugat sebagai tergugat IV dan tergugat V.

 

Alasan penggugat mempertanyakan keabsahan hasil Muktamar tersebut adalah karena dalam proses persidangan di Muktamar tersebut, oleh penggugat, dianggap telah menyalahi ketentuan internal organisasinya sendiri, yaitu AD/ART dan Tata Tertib Muktamar.

 

Muanas memberikan contoh pelanggaran terhadap tata tertib itu sendiri terlihat ketika peserta muktamar pada awalnya menyepakati sistem pemilihan ketua umum dilakukan melalui mekanisme one delegation one vote. Namun pada saat sidang paripurna IV dengan agenda pemilihan ketua umum, pimpinan sidang mengganti mekanismenya menjadi ‘one ketua one vote'. Ini menyimpangi kesepakatan awal.

 

Padahal, lanjut Muanas, jika dirunut dari Anggaran Rumah Tangga Partai terutama pasal 12 ayat (1) disebutkan dengan jelas dan tegas bahwa dewan pimpinan pada setiap tingkatan bukan hanya milik ketua. Dengan demikian perbuatan tergugat adalah perbuatan melawan hukum, ujarnya.

 

Dengan demikian menurut penggugat berpendapat bahwa hasil dari sidang paripurna IV tidak sah dan cacat hukum, karenanya secara yuridis Muktamar Islah yang diselenggarakan Tergugat I dan dilaksanakan oleh Tergugat II dan III adalah tidak sah dan cacat hukum.

 

Masalah tidak berhenti disitu saja. Para penggugat juga menilai tindakan tergugat II dan tergugat III yang membawa kotak suara hasil pemilihan anggota formatur ke Jakarta tanpa terlebih dulu dibuka dan disaksikan serta disahkan oleh para peserta muktamar. Ini perbuatan melawan hukum. sehingga semua hasilnya adalah tidak sah dan cacat hukm serta dinyatakan batal demi hukum.

 

Dalam petitumnya, pengggugat menuntut agar majelis hakim menyatakan seluruh hasil Muktamar Islah termasuk keputusan mengenai hasil pemilihan ketua umum dan anggota formatur adalah batal demi hukum yang didasarkan atas adanya perbuatan melawan hukum. Karenanya kita juga akan menuntut agar pemilihan Ketua Umum dan anggota formatur dilakukan kembali. Selain itu, tergugat juga diminta untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 1 juta secara tanggung renteng.

 

Sebagaimana diketahui, sejatinya Muktamar Islah yang dilakukan pada 22-24 April 2006 lalu, itu dilakukan sebagai titik kulminasi konflik antara dua kubu di tubuh partai tersebut. Dalam Muktamar Islah yang sempat diwarnai kericuhan ini, Bursah Zarnubi terpilih sebagai Ketua Umum PBR periode 2006-2011.

 

Tags: