Gugatan Citizen Law Suit Operasi Yustisia Sudah Digelar
Berita

Gugatan Citizen Law Suit Operasi Yustisia Sudah Digelar

Para korban operasi yustisia menempuh upaya perdata guna memperoleh hak atas identitasnya. Gugatan ini menjadi pintu masuk untuk mempertanyakan legitimasi satpol PP.

Oleh:
CRH
Bacaan 2 Menit
Gugatan <i>Citizen Law Suit</i> Operasi Yustisia Sudah Digelar
Hukumonline

 

Operasi yustisia juga melanggar pasal 27 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal tersebut menyatakan, setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.

 

Akibat operasi yustisia, penggugat telah kehilangan hak atas pekerjaan, kehilangan alat usaha, terpisah dari keluarga selama menjalani proses penahanan serta mengalamai penderitaan psikis dan mental karena menjadi korban kekerasan. Lebih dari itu, penggugat terhalang haknya untuk bermigrasi ke kota (urbanisasi) dan tertutup aksesnya untuk mengembangkan diri dan kehidupannya di kota.

 

Para penggugat merupakan pihak yang dirugikan dengan dilakukannya operasi yustisia, baik penertiban berdasar perda No. 11 tahun 1988 maupun penertiban identitas kependudukan yang didasarkan pada perda No. 4 Tahun 2004. Substansi dan pelaksanaan dua Perda tersebut telah melanggar hak atas identitas, hak atas pekerjaan dan hak berpindah atau bermigrasi dalam wilayah domestik. Apalagi, fakta menunjukkan, dalam operasi yustisi ini banyak warga ditangkap, ditahan dan digeledah secara sewenang-wenang.

 

Modus Operasi Yustisia

Operasi yustisi merupakan operasi yang dilakukan oleh Pemprov DKI yang ditujukan untuk tertib administrasi kependudukan berdasarkan Perda No. 4 tahun 2004 tentang Pendaftaran penduduk dan Pencatatan Sipil dan Perda No. 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum. Operasi ini dilakukan oleh tim terpadu yang terdiri para tergugat di atas.

 

Bagi warga pendatang yang didapati tidak membawa atau tidak memiliki KTP Jakarta dan surat pindah dari daerah asal, dilakukan pemeriksaan, disidang di tempat, lalu dikenakan denda. Sebagian yang tertangkap di jalanan atau ditempat umum, bahkan dilakukan penangkapan dan penahanan. Sementara bagi mereka yang tinggal di Jakarta dan didapati tidak mempunyai KTP Jakarta dilakukan pemeriksaan, disidang di tempat dan dikenakan denda sebesar Rp 20.000.

 

Kepada hukumonline beberapa waktu lalu, salah satu anggota RMTOY Asfinawati menyatakan, gugatan model CLS dipilih mengingat penduduk Jakarta jumlahnya sangat besar (kurang lebih 9 juta). Bila masing-masing secara langsung mengajukan gugatan atas pelanggaran HAM yang terjadi akibat penangkapan dan penahanan sewenang-wenang oleh Trantib dan Linmas DKI Jakarta, maka proses pengajuan gugatan menjadi tidak sederhana, tidak cepat, dan memakan biaya besar. Gugatan ini sekaligus menjadi upaya untuk menggugat legitimasi Satpol PP, ujar Asfin.

 

Sidang perdana gugatan Citizen Law Suit (CLS) Operasi Yustisia digelar di PN Jakarta Pusat, Selasa (16/01). Hanya, para tergugat belum menunjuk kusa hukum untuk mewakili persidangan. Majelis hakim yang diketuai Kusriyanto pun menunda sidang hingga pekan depan.

 

Gugatan CLS diajukan para advokat publik dari LBH Jakarta, Urban Poor Consortium, dan LBH APIK yang tergabung dalam Rakyat Miskin Tolak Operasi Yustisia (RMTOY). Mereka mewakili para pekerja sektor informal di sejumlah kawasan di Jakarta, yang terdiri dari Slamet Bin Wajib (kuli), Nurohman (montir), Budi Pahlevi (karyawan), Jumi (pengemis), dan Sugiarti (Joki three in one).

 

Ada tujuh pihak yang menjadi tergugat dalam gugatan ini, yaitu Gubernur DKI Jakarta; DPRD DKI Jakarta; Kepala Dinas Ketentraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat; Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil; Kepala Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial; Kepala Panti Sosial Bina Insan Kedoya; dan Kepala Panti Sosial Cipayung.

 

RMTOY menyatakan, Gubernur DKI Jakarta Cs telah melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka telah melanggar kewajiban hukumnya sendiri berupa pemenuhan hak bagi warga negara untuk mendapatkan identitas. Hal ini terbukti dari sulit dan mahalnya pembuatan KTP di Jakarta.

 

Operasi yustisia ternyata melanggar pasal 30 ayat 3 Perda No. 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum dan pasal 53 ayat 3 Perda No. 4 tahun 2004 tentang Pendaftaran penduduk dan Pencatatan Sipil. Dua pasal tersebut memaparkan, dalam melakasanakan tugasnya, satpol PP tidak berwenang melakukan penangkapan, penahanan dan penggeledahan.

Tags: