Hukuman Mati, Melanggar Konstitusi?
Berita

Hukuman Mati, Melanggar Konstitusi?

Perdebatan mengenai hukuman mati tak kunjung selesai. Hukuman mati pun akhirnya dipersoalkan ke MK. Akankah MK membuat sejarah?

Oleh:
Mys/M-1
Bacaan 2 Menit
Hukuman Mati, Melanggar Konstitusi?
Hukumonline

 

Selain itu, menurut Todung,  sebagai bagian dari PBB, maka Indonesia terikat oleh Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB dan di dalamnya hak untuk hidup merupakan hak asasi manusia yang paling dasar.

 

Todung juga menambahkan bahwa banyak negara di dunia menolak hukuman mati dan hukuman mati merupakan pelanggaran dari sistim peradilan pidana. Menurut Todung, tidak ada keterkaitan antara hukuman mati dengan efek jera. Statistik di dunia menunjukkan tidak ada efek jera dari hukuman mati, kata Todung.

 

Todung optimis judicial review tersebut akan berhasil. Menurutnya, dengan sembilan hakim konstitusi yang ahli di bidang hukum, MK akan membuat sejarah dengan memutus keberlakuan hukuman mati di Indonesia.

 

Perkembangan Hukuman Mati

Penerapan hukuman mati di Indonesia merupakan warisan hukum Belanda, melalui ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala peraturan perundang-undangan yang ada masih berlaku sebelum diadakan yang baru menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan dikuatkan dengan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang pemberlakuan Wetboek van Strafrecht (WvS) menjadi KUHP.

 

Belanda sendiri telah menghapus hukuman mati sejak 1870 kecuali untuk kejahatan militer.

 

Daftar Undang-Undang yang Memiliki Ancaman Hukuman Mati

 

UU

Pasal

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 104, 111 ayat (2), 124, 140 ayat (3), 340, 365 ayat (4), 444, 124 bis, 127, 129, 368 ayat (2)

UU No 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api

Pasal 1 ayat (1)

Penetapan Presiden No 5 Tahun 1959 Tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa Tentara Agung dalam hal memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana yang membahayakan pelaksanaan perlengkapan sandang pangan

Pasal 2

Perpu No 21 Tahun 1959 Tentang memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana ekonomi

Pasal 1 ayat (1) dan (2)

UU No 11/PNPS/1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi

Pasal 13 ayat (1) dan (2), Pasal 1 ayat (1)

UU No 31/PNPS/1964 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom

Pasal 23

UU No 4 Tahun 1976 Tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam KUHP bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan

Pasal 3, Pasal 479 huruf (k) dan (o)

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

Pasal 59 ayat (2)

UU No 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

Pasal 80 ayat (1), (2), (3) Pasal 82 ayat (1), (2), dan (3)

UU No  31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi

Pasal 2 ayat (2)

UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM

Pasal 36, 37, 41, 42 ayat (3)

UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Pasal 6, 8, 9, 10, 14, 15, 16.

Sumber: Imparsial

 

Perdebatan hukuman mati tak kunjung selesai dari dulu sampai sekarang. Sebagian menilai hukuman tersebut yang setimpal atas kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang. Sebagian lainnya menilai hal itu melanggar hak asasi manusia. Bagaimana bila dilihat dari perspektif kontitusi?

 

Pemikiran itu pula yang tampaknya mengemuka di benak Edith Yunita Sianturi, Rani Andriani/Melisa Aprilia, Myuran Sukumaran,  dan Andrew Chan. Dua orang WNI dan dua orang warganegara Australia tersebut mengajukan permohonan judicial review terhadap UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (17/1).

 

Menurut kuasa hukum pemohon, Todung Mulya Lubis, negara tidak punya hak untuk mengakhiri hidup seseorang. Siapapun yang terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, layak dihukum, tapi bukan hukuman mati.

 

Todung setuju bila terpidana kasus narkoba, pengguna narkoba, dihukum seberat-beratnya. Namun, bukan harus dengan hukuman mati, melainkan cukup hukuman seumur hidup tanpa adanya grasi.

 

Lebih lanjut, Todung menilai hukuman mati melanggar konstitusi dan tidak ada dasar hukum yang melandasi keberlakuannya pada sistem hukum di Indonesia. Konstitusi Indonesia Pasal 28 I menjamin hak untuk hidup maka hak untuk hidup tidak dapat diambil dalam keadaan apapun, ujar Todung.

Halaman Selanjutnya:
Tags: