Desakan yang (hanya) Menerpa Angin
Berita

Desakan yang (hanya) Menerpa Angin

Meski sudah diusung hampir separo jumlah anggota, RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau tetap jalan di tempat.

Oleh:
Ycb
Bacaan 2 Menit
Desakan yang (hanya) Menerpa Angin
Hukumonline

  

Agung sendiri sadar rokok sudah menjadi industri yang menopang kantong negara. Pada 2004 DPR mengetok palu RAPBN 2005, sekitar Rp29 triliun dari cukai tembakau, ujar Agung.

  

Penyair gaek Taufik Ismail pun urun rembug. Jumlah orang meninggal karena rokok jauh lebih tinggi daripada korban bencana alam gempa bumi atau banjir, cecarnya. Menurut Taufik, angka kematian karena rokok hanya dikalahkan oleh jumlah kematian korban narkoba.

  

Kalangan yang paling rentan terkepung asap tembakau adalah kaum muda. Setiap hari terdapat 1.172 orang meninggal karena rokok, tukas Agnes Magdalena dan M. Ikhsan dari Forum Remaja Indonesia Bebas Tembakau.

  

Menurut Ketua Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Aisyah Hamid Baidlowi, jumlah remaja perokok makin meningkat. Angka peningkatan 2001-2004 hampir dua kali lipat dibanding periode 1995-2001, ujarnya prihatin.

  

Peneliti kesehatan dari Universitas Indonesia, Rita Damayanti berujar rokok adalah pintu gerbang menuju perilaku yang lebih berisiko. Rokok adalah batu loncatan (stepping stone) untuk mengambil risiko yang lebih besar, tuturnya. Menurut data penelitian Rita, orang yang pernah merokok akan berisiko 13 kali menenggak alkohol, 7,03 kali berhubungan seks pranikah, dan 1,3 kali kecanduan narkoba.

  

Tjandra Yoga Aditama, dokter ahli paru-paru dari Rumah Sakit Persahabatan, jumlah perokok di Indonesia sudah tergolong tinggi. Sekitar 31,4 persen atau 62,8 juta jiwa penduduk Indonesia adalah perokok, ungkap Yoga.

  

Menurut Yoga, saat ini rokok sudah merenggut 5 juta jiwa di dunia. Jika pola ini berlanjut, pada 2020 angka kematian karena rokok mencapai 10 juta kepala. Separo dari jumlah perokok dunia yang mencapai 650 juta orang terancam kematian karena merokok.

  

DPR saat ini sudah geregetan ingin mengerem laju kereta asap tembakau itu. Saat ini sudah terkumpul 224 tanda tangan anggota DPR yang mendukung RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau –dari 550 orang total anggota dewan.

  

Salah satu penggagas RUU tersebut adalah anggota Komisi XI Mariani Akib Baramuli. Menurut anggota komisi yang menangani perburuhan dan kesehatan ini, RUU ini bertujuan melindungi masyarakat. Kalangan yang rentan adalah anak-anak, remaja, perempuan, dan orang miskin, ujar Mariani.

  

Menurut Mariani, orang miskin akan tetap miskin karena hampir seluruh pendapatannya dibelanjakan untuk rokok. Rata-rata pembelian rokok per orang Rp20.000. Ini kan memberatkan kantong orang miskin, ujarnya.

  

Namun nampaknya angan Mariani hanya akan hampa meninju angin. Meski sudah termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2004-2009, RUU yang terdiri dari 13 bab dan 87 pasal ini tak kunjung menjadi prioritas diundangkan. RUU ini masih ngendon di meja Badan Legislasi (Baleg) DPR dan DPR sendiri belum membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menggodog calon UU ini.

  

Memang kesehatan tidak pernah jadi isu politik utama. Padahal sehat adalah hak asasi manusia, ungkap Agung getir. Agung menjelaskan RUU ini tergusur oleh paket RUU Politik dan Ekonomi.

  

Namun setidaknya RUU ini harus gol paling lambat 2009 karena sudah menjadi Prolegnas, janji Agung. Agung menyadari, implikasi RUU ini akan besar. Sudah jamak anggota dewan merokok di Sidang Paripurna maupun rapat-rapat komisi atau panitia, sambungnya. Praktis, jika aturan ini berlaku, anggota dewan yang getol merokok harus menunda hasratnya di lingkungan gedung DPR.

  

Sayangnya Indonesia kuper dalam pergaulan dunia. Pada 29 Juni 2004, 168 negara dari 192 anggota Badan Kesehatan Dunia (World Health Organisation, WHO) telah menandatangani Konvensi Dampak Tembakau. Celakanya, Indonesia tidak turut teken.

 

Selanjutnya, pada 14 Maret 2007, 145 negara sudah meratifikasi konvensi tersebut, dan Indonesia masih berpangku tangan. Padahal, ratifikasi sebuah konvensi akan memudahkan pembuatan UU. Karena pasal-pasal dalam RUU sudahmengacu pada konvensi yang ada, tutur Mariani.

 

Baik Mariani maupun Agung senada, hal yang paling penting adalah penerapan suatu aturan. Jika RUU ini diundangkan, tanpa pengawasan yang bagus tak akan berguna, ujar Mariana.

  

 Kita sudah punya contoh Perda DKI tentang Larangan Merokok di Tempat Umum. Toh implementasinya bagai angin lalu. Yang penting adalah keinginan untuk menegakkan peraturan, timpal Agung.

  

Lima Besar Negara Konsumen Rokok (Data 2002)

China                      : 1.643 miliar batang

Amerika Serikat        :    451 miliar batang

Jepang                    :    328 miliar batang

Rusia                      :    258 miliar batang

Indonesia                :    215 miliar batang

 

Sumber: Makalah Tjandra Yoga Aditama

 

Pasal yang Melindungi Anak dari Dampak Rokok

  • Pasal 12 : Setiap orang dilarang menjual produk tembakau kepada anak di bawah usia 18 tahun
  • Pasal 13 : Anak di bawah usia 18 tahun dilarang menjual atau membeli produk tembakau
  • Pasal 14 : Setiap orang dilarang menyuruh anak di bawah usia 18 tahun untuk menjual atau membeli produk tembakau
  • Pasal 15 : Setiap orang dilarang menual rokok secara batangan kepada konsumen
  • Pasal 16 : Penjual produk tembakau dengan menggunakan mesin layah diri dilarang

Sumber: Draft RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau

Saya merokok selama dua puluh tahun lebih, ucap Agung Laksono menerawang masa lalunya. Orang nomor satu di DPR RI itu mengaku mampu menyedot enam puluh batang rokok per hari.

 

Agung mulai merokok sejak usia SMP. Saking kecanduan, hujan pun saya terjang buat beli rokok, ujarnya berbagi cerita ketika membuka sebuah seminar di Gedung DPR, Rabu (28/3). Seminar tersebut bertajuk Generasi Muda Indonesia sebagai Sasaran Utama Gencarnya Pemasaran Rokok: Perlukah Dilindungi?

  

Agung sadar merokok sangat merugikan kesehatan. Saya yakin sebenarnya kita bisa berhenti merokok karena sebatang rokok mengandung 4.000 zat beracun dan bisa menyebabkan 25 jenis penyakit, tuturnya mengingatkan.

  

Kini, Agung mengaku total emoh menghirup asap tembakau. Sewaktu berusaha stop merokok, saya membaca buku Kiat Berhenti Merokok. Saya selesaikan buku tersebut sambil merokok juga, tukasnya tersenyum kecil.

Halaman Selanjutnya:
Tags: