Pasien, Tanggung Jawab Dokter atau Rumah Sakit?
Berita

Pasien, Tanggung Jawab Dokter atau Rumah Sakit?

Ketiadaan peraturan standar profesi, standar pelayanan medik dan standar pelayanan rumah sakit dinilai menjadi penyebab ketidakjelasan siapa yang harus bertanggung jawab kepada pasien.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Pasien, Tanggung Jawab Dokter atau Rumah Sakit?
Hukumonline

 

Sedang bagi dokter yang menangani pasien, lanjut Said, tanggung jawabnya tidak sebesar tanggung jawab rumah sakit. Said beralasan bahwa ketika menangani pasien, dokter hanya menjalankan tugas dan kewajiban yang diberikan oleh rumah sakit.

 

Sementara Mohamad Zaky Achtar, kuasa hukum RSPI, berpendapat lain. Seperti terurai dalam berkas jawaban, Zaky menyatakan bahwa seharusnya Ichramsjah yang bertanggung jawab terhadap pasien. Hal tersebut semakin dipertegas dengan Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang menyebutkan bahwa seorang dokter haruslah independen, dan tidak boleh dipengaruhi oleh pihak manapun dalam memberikan pendapat atau nasihat kepada pasiennya.

 

Marius Widjajarta, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), sependapat dengan Zaky Achtar. Menurutnya jika ada satu tim dokter yang menangani seorang pasien, maka ketua timnya yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut.

 

Hanya saja Marius tidak bisa menjelaskan sejauh mana tanggung jawab kepala tim tersebut. Hal tersebut, tambah Marius, karena di Indonesia hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur tentang standar profesi, standar pelayanan medik dan standar pelayanan rumah sakit. Yang ada hanyalah standar hati nurani, kecam Marius.

 

Lebih jauh Marius mengatakan bahwa ketiga peraturan tersebut sebenarnya adalah mandat dari UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Namun Marius mengaku tidak habis pikir mengapa hingga kini pemerintah tak kunjung menyelesaikannya. Sudah lebih dari sepuluh tahun pemerintah tidak juga membuat PP (peraturan pemerintah, red), ujar Marius kesal. Ketiadaan peraturan pemerintah tersebut, Marius menambahkan, diperparah dengan tidak samanya standar operasional prosedur satu rumah sakit dengan yang lainnya.

 

Namun berdasarkan penelusuran hukumonline, mengenai standar profesi, sebenarnya sudah disinggung sedikit di dalam PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan dan Peraturan Menkes No. 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi. Dalam Permenkes itu malah dijelaskan bahwa standar profesi secara detil disusun oleh organisasi profesi bersangkutan, yaitu IDI untuk dokter dan PDGI untuk dokter gigi.

 

Pasal 1 butir 8 Peraturan Menkes

Standar Profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi;

 

                                            

Duduk Perkara

Seperti tertulis dalam gugatan, perkara ini muncul ketika Februari 2005 lalu, almh Sita Dewati menjalani operasi pengangkatan tumor Ovarium di RSPI. Tim dokter yang menanganinya dipimpin Ichramsjah (tergugat III) dengan anggota yaitu Hermansjur (tergugat II) dan I Made Nazar (tergugat IV), saat itu mengatakan kepada Sita bahwa tumor yang menjangkiti tubuhnya tergolong jinak.

 

Firman Wijaya dalam gugatannya menyatakan paling tidak ada dua kesalahan fatal yang dilakukan oleh tim dokter dan RSPI yang menangani almarhumah.  Pertama, adalah ketika pada Februari 2005, hasil diagnosa Ichramsjah dkk menunjukkan bahwa tumor yang melekat di rahim almarhumah tergolong jinak. Belakangan, diagnosa laboratoium di Singapura atas rujukan RS Medistra terhadap sampel yang sama memperlihatkan hasil yang bertolak belakang. Dari hasil diagnosa laboratorium di Singapura, disimpulkan terdapat tumor ganas di diri almarhumah, begitu tertulis dalam gugatan.

 

Kesalahan kedua adalah tidak terkoordinasinya tindakan di antara sesama anggota tim yang mengakibatkan almarhumah mengalami sakit yang berlarut-larut. Salah satu buktinya adalah ketika setelah dilakukan operasi tumor, di kemudian hari almarhumah divonis mengidap kanker liver stadium 4. RSPI tidak melaksanakan perawatan terhadap pasien berdasarkan standar pelayanan medis dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan pasien, sesal Firman.

 

Said Damanik membantah. Ia melihat bahwa sebenarnya yang berhak menyidangkan pertama kali apakah dokter lalai atau tidak dalam menjalankan tugasnya adalah organisasi profesi.

 

Upaya perdamaian, lanjut Firman, bukannya tidak pernah ditawarkan oleh penggugat. Menurut dia, sudah beberapa kali para tergugat menawarkan ganti rugi kepada ahli waris. Namun jumlahnya jauh dari keadilan yang diharapkan para ahli waris, tandas Firman.

 

Hubungan akrab antara dokter dan pihak manajemen rumah sakit tidak selamanya harmonis. Pengalaman yang terjadi antara Ichramsyah A. Rachman, seorang dokter spesialis kandungan, dengan Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) menjadi salah satu bukti bahwa dokter bias saja rebut dengan manajemen rumah sakit.

 

Dokter Ichramsyah dan RSPI, melalui kuasa hokum masing-masing, saling ‘menyerang' dan adu argumen di hadapan majelis hakim PN Jaksel yang dipimpin oleh Johanes Suhadi. Pada intinya, yang menjadi masalah kedua pihak  adalah mengenai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap pasien.

 

‘Perseteruan' antara dokter dengan rumah sakit menjadi tambah menarik karena posisi keduanya di persidangan sebenarnya adalah sama-sama sebagai tergugat. Sementara yang menjadi penggugat adalah ahli waris dari seorang pasien, yaitu almarhumah Sita Dewati Darmoko yang merupakan ibu dari penggugat.

 

Said Damanik, kuasa hukum Ichramsjah, kepada hukumonline menegaskan bahwa tanggung jawab terhadap diri pasien adalah sepenuhnya dibebankan kepada pihak rumah sakit. Setiap tindakan kepada pasien seperti, pemeriksaan, pengawasan, rekam medik, administrasi, hingga perawatan pasien menjadi tanggung jawab rumah sakit, tegas Said.

Halaman Selanjutnya:
Tags: