'Aksi Demo Sebaiknya Jangan Coba Intervensi Perkara'
Berita

'Aksi Demo Sebaiknya Jangan Coba Intervensi Perkara'

Aksi demo yang mengerahkan massa dinilai Ketua MK akan berdampak negatif pada asumsi publik terhadap hasil putusan MK.

Oleh:
CRP
Bacaan 2 Menit
'Aksi Demo Sebaiknya Jangan Coba Intervensi Perkara'
Hukumonline

 

Selanjutnya, pada pertemuan yang digelar di salah satu ruangan di Gedung MK Koordinator Gerakan Jakarta Merdeka (GJM) Fajrul Rahman menyatakan bahwa dirinya menangkap adanya keanehan dalam pengujian UU Pemda. Ia menengarai ada kekuatan tertentu yang sengaja mengulur-ulur waktu dalam memutuskan perkara.

 

Kesan adanya keanehan ini dirasakan Fajrul setelah mendengar sendiri pengakuan Suriadi—kuasa hukum Lalu Ranggalawe. Lalu yang juga anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah adalah pemohon yang mengajukan uji materiil atas UU Pemda dengan No. Perkara 5/PUU-V/2007. Lalu terganjal saat hendak mencalonkan Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Barat karena ia tidak memiliki dukungan partai.

 

Menurut pengakuan Suriadi, hingga saat ini belum ada pemberitahuan pembacaan putusan atas perkara yang diajukan kliennya. Padahal, selama ini, MK selalu menyampaikan pemberitahuan kepada pemohon seminggu sebelum putusan dibacakan.

 

Menjawab tudingan Fajrul, Kepala Biro Administrasi MK Kasianur Sidauruk membantah kalau MK selama ini sengaja mengulur-ulur waktu pemeriksaan perkara. Justru oleh Kasianur, pihak Pemohon yang dinilai telah membuat proses pemeriksaan semakin panjang. Jadwal sidang UU Pemda sendiri pernah ditunda gara-gara pihak Pemohon tidak mendatangkan ahli, sehingga harus ada pengulangan jadwal. Otomatis jadi tambah berlarut waktunya  kan? ujar Kasianur.

 

Kasianur menambahkan, pada persidangan terakhir yang digelar pada 7 Juni lalu, Pemohon justru meminta tambahan waktu seminggu untuk membuat kesimpulan. Padahal, kata Kasianur, Ketua Panel Hakim yang dipimpin langsung oleh Jimly waktu itu, sudah meminta agar pembuatan kesimpulan dilakukan dalam waktu satu minggu saja. Itu bisa dilihat di Risalah Sidang yang bisa diperoleh di website Mahkamah konstitusi, ujar Kasianur.

 

Kesimpulan dari Pemohon yang diminta MK agar dibereskan satu minggu itu, Baru diterima tanggal 14 Juni 2007 pukul 14.25 WIB, jelas Kasianur. Dia menambahkan, sekarang ini perkara baru masuk pemeriksaan terakhir sebelum ditentukan kapan putusan akan dibacakan. Kami belum bisa memastikan, tapi yang pasti dalam waktu secepat-cepatnya, tukasnya.

 

Kasianur justru menyayangkan, kenapa para pihak yang keberatan atau merasa dirugikan ketentuan dalam UU Pemda itu tidak masuk dalam perkara sebagai pemohon, sebab hal itu masih dimungkinkan sebelum dilangsungkannya sidang Pleno terakhir. Kok malah menempuh jalur unjuk rasa menggalang massa begini, ujar Kasianur.

 

Dilematis

Sebelumnya, menanggapi maraknya aksi demo yang mendesak MK mengabulkan permohonan uji materiil UU Pemda, Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan sebaiknya demo yang mencoba mengintervensi perkara tidak perlu dilakukan. Hakim itu kan harus independen dalam memutus perkara, ujarnya. Ditakutkan dengan adanya demo akan ada asumsi-asumsi negatif terhadap jalannya pemeriksaan perkara.

 

Jimly mengkhawatirkan, jika aksi demo dilakukan terhadap perkara yang sedang berjalan, nanti akan menimbulkan persepsi negatif bahwa MK memutuskan perkara berdasar desakan warga. Kalau nanti putusannya mengabulkan, kata Jimly, Akan dikira MK memutus perkara berdasarkan desakan warga. Sebaliknya bila MK menolak, lanjut Jimly, Akan dikira putusan MK itu disetir kekuatan politik tertentu. Ini kan dilematis.

 

Menurut Jimly, masyarakat harus menyadari bahwa MK adalah lembaga yang masuk dalam kekuasaan kehakiman. Keputusan hakim MK tidak didasarkan kemauan warga, sebab MK hanya memeriksa apa yang disodorkan pemohon, keterangan para ahli, dan juga keterangan dari pemerintah dan DPR. Hasil putusan MK, lanjut Jimly, tidak berdampak parsial pada warga DKI Jakarta saja, tapi juga ke seluruh Warga Negara Indonesia.

 

Aksi Demo yang digelar massa mengatasnamakan warga Jakarta ini bukan kali pertama digelar. Sebelumnya massa juga  berunjuk rasa ketika  sedang berlangsung sidang pengujian UU Pemda pada (7/6) silam. Sebaiknya aksi demo jangan untuk mengintervensi perkara lah, pinta Jimly.

Menjelang pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta pada Agustus mendatang, Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) tak pernah sepi dari aksi demo. Seperti halnya yang terjadi pada Kamis (21/6).

 

Tuntutan para pendemo itu masih tetap sama. 'MK harus memutuskan bahwa ketentuan pembatasan calon independen (perseorangan) mengikuti Pemilihan Kepala Daerah tanpa melalui partai dinyatakan tidak mengikat secara hukum'.

 

Benar, tuntutan seperti itu yang diusung dalam setiap aksi demo yang digelar di MK. Tuntutan yang terkait dengan upaya Judicial Review atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ini pula yang disuarakan oleh sekitar 200 orang yang tergabung dari 20 elemen masyarakat.

 

Saat dua pejabat MK menemui para pendemo, Rudi Sumarto, salah watu wakil dari elemen masyarakat, Forum Rakyat Marginal (Formal), menyatakan tetap bersikukuh tak mau balik badan meninggalkan Gedung MK jika tidak ditemui langsung oleh Ketua MK. Setidaknya satu hakim saja temui kami ini barang lima menit lah, ujarnya dengan nada memaksa.

 

Namun, sikap Rudi melunak setelah Kepala Humas dan Protokol MK Agus Prawoto berhasil membujuknya. Ya sudah, minimal kami bertemu dengan pejabat Eselon I, tandas Rudy.

Tags: