Upah Pekerja Selama Proses PHK Seringkali Tak Dibayar
Berita

Upah Pekerja Selama Proses PHK Seringkali Tak Dibayar

Karena merasa perlu berhati-hati, hakim tak pernah mengeluarkan putusan sela untuk memerintahkan pengusaha membayar upah pekerja selama proses PHK.

Oleh:
Kml
Bacaan 2 Menit
Upah Pekerja Selama Proses PHK Seringkali Tak Dibayar
Hukumonline

 

Putusan sela

Pasal 155 UU Ketenagakerjaan memerintahkan pekerja dan pengusaha tetap menjalankan kewajibannya sampai ada penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, termasuk PHI. Namun Pengusaha diperkenankan melakukan skorsing terhadap pekerja, dengan catatan tetap membayar upah pekerja.

 

Untuk menjalankan Pasal 155 ini, hakim sebenarnya dapat menetapkan putusan sela yang memerintahkan membayar upah pekerja bila pengusaha tidak menjalankan kewajiban, sebagaimana diatur Pasal 96 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (lihat boks). Tapi pasal itu praktis tidak pernah digunakan. Begitu yang diutarakan Willy dan Odie Hudiantoro, Sekretaris Federasi Serikat Pekerja  Mandiri yang cukup sering mendampingi pekerja di PHI Jakarta.

 

Pasal 155 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan

2)      Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

3)      Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

 

Pasal 96 UU 2/2004 tentang PPHI

(1)          Apabila dalam persidangan pertama, secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hakim Ketua Sidang harus segera menjatuhkan Putusan Sela berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan.

(2)          Putusan Sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan pada hari persidangan itu juga atau pada hari persidangan kedua.

(3)          Dalam hal selama pemeriksaan sengketa masih berlangsung dan Putusan Sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak juga dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang memerintahkan Sita Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial.

(4)          Putusan Sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau tidak dapat digunakan upaya hukum.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dalam praktek, menurut Willy pengusaha biasanya bersikap defensif soal upah sambil menunggu proses mediasi hingga ke putusan PHI. Kalau pengadilan (PHI, red) kemudian nyuruh bayar baru dia bayar ujarnya. Menurutnya, ini yang biasanya menjadi trik pengusaha supaya tak membayar bayar upah pekerja selama skorsing. Begitu kecenderungannya, daripada menskorsing dan harus bayar, mending tak sikat PHK ujarnya mencontohkan.

Putusan sela sesuai Pasal 96 UU No. 2/2004, menurut Willy hanya dapat dipakai bila pengusaha skorsing. Kalau di-PHK kan bukan dalam rangka skorsing, itu sudah masuk materi perkara. Hakim akan sangat hati-hati mengeluarkan putusan provisionil. Apalagi dengan resiko sita jaminan yang tidak bisa dilawan ujarnya beralsan kenapa hakim tidak pernah menggunakan ketentuan itu.

Tidak pernah dikeluarkannya perintah ini memancing protes dari kalangan pekerja. Menurut Odie, ini masalah besar dan sangat melemahkan posisi buruh. Ia mencontohkan pekerja Sogo  Meski telah menang di PHI mereka belum juga dibayar dan terpaksa mencari pekerjaan sampingan seperti jadi supir taksi, menjual gorengan, dan ngojek motor.

Ia mengingatkan, sebenarnya pengusaha juga dirugikan saat harus mengeluarkan uang secara sekaligus saat PHK telah diputus oleh hakim. Karena, kalaupun pengusaha menang, mereka tetap harus mengeluarkan upah selama proses.

 

Odie bercerita, pernah suatu kali dalam sidang pertama perkara PHK yang ditanganinya, ia mengajukan bukti-bukti antara lain berupa buku tabungan yang tidak ada transfer masuk. Kemudian menurutnya permintaan putusan selanya ditolak hakim, Ternyata itu tidak cukup kuat buat majelis hakim ujarnya.

 

Pandangan hakim

Sri Razziaty Ischaya, salah satu hakim PHI Jakarta, memandang masalahnya ada pada UU No. 2/2004. Menurutnya  Pasal 96 menyebutkan hakim harus mengeluarkan putusan sela di sidang pertama atau setidaknya sidang kedua. Legislatif dan praktek pengadilan tidak klop. Karena praktek punya acara dan agenda sidang ujarnya.

 

Mengeluarkan putusan sela di dua tahap itu juga dinilainya terburu-buru dan tidak adil, karena tidak memberi salah satu pihak hak jawabnya. Karena dalam praktek, agenda di sidang pertama ialah pembacaan gugatan. Apakah majelis akan menetapkan putusan sela tanpa memberi kesempatan kepada lawannya untuk menjawab? Kalau begitu buat apa ada pengadilan kalau dalam sidang pertama dapat ditetapkan putusan sela tukasnya.  

 

Sidang PHI yang dibatasi jangka waktunya yakni 50 hari juga membuat hakim enggan mengeluarkan putusan sela. Kalaupun ada putusan sela perlu pembuktian yang agendanya pada sidang ketiga dan keempat ujarnya. Meskipun dalam perkara tersebut pengusaha jelas-jelas mengakui tidak membayar, menurutnya masih perlu ada pembuktian.

 

Tidak mungkin putusan sela (perintah membayar upah-red) keluar pada sidang pertama dan kedua. Kalaupun mau memberi, itu pada sidang ketiga, keempat atau kelima begitu pungkasnya.

Saat sedang berselisih, cukup banyak pengusaha yang memilih tidak membayar hak-hak pekerjanya selama proses pemutusan hubungan kerja (PSHK). Setidaknya itu yang terjadi di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.

 

Dalam catatan hukumonline, setidaknya ada dua perusahaan yang tak membayar upah meski masih dalam proses berperkara di PHI, yakni PT Great River International (GRI) dan PT Panin Lestari Internusa (Sogo).  GRI tidak menskors ataupun memPHK karyawannya dan tidak juga membayar upah selama proses berselisih. Sedangkan Sogo tidak membayar upah karyawannya, setelah mem-PHK 50 lebih pekerjanya. Di putusan akhir, hakim PHI mewajibkan pengusaha membayar upah selama lima bulan.

 

Menurut praktisi Hukum Ketenagakerjaan Willy Farianto, apabila perusahaan mengeluarkan surat PHK, mereka merasa sudah tidak memiliki kewajiban apa-apa terhadap pekerja. Itu yang biasanya dijadikan alasan pengusaha tidak menggaji lagi maupun mengeluarkan penetapan skorsing. ujarnya. Yang pasti, menurutnya, perusahaan tidak akan begitu saja mengemplang. Ia menambahkan pengusaha pasti punya alasan, apakah menganggap pekerja mangkir atau pekerja sudah di PHK.

Halaman Selanjutnya:
Tags: