Bagir: Publik Jangan Apriori Dengan Upaya Pembaruan MA
62 Tahun MA

Bagir: Publik Jangan Apriori Dengan Upaya Pembaruan MA

Ketua MA mengakui merombak peradilan tak semudah membalik telapak tangan. Tapi kalau mengatakan MA belum melakukan apa-apa dalam tujuh tahun terakhir, sama saja orang itu membicarakan apa yang tak ia pahami.

Oleh:
CRP
Bacaan 2 Menit
Bagir: Publik Jangan Apriori Dengan Upaya Pembaruan MA
Hukumonline

 

Hal ini juga ditegaskan Kepala Biro Hukum dan Humas Nurhadi. Menurutnya selama beberapa tahun terakhir ini, MA sudah berupaya secara maksimal melakukan pembenahan. Ia mencontohkan salah satu tindakan tegas MA adalah pemecatan pegawainya  yang nakal. Pemecatan ini dilakukan berturut-turut kurang dari sebulan. Kita ini sudah berusaha, tegasnya.

 

Sebagai buntut dari penilaian buruk pada MA itu, ujar Bagir,  akhirnya timbul perang di media massa. Apalagi, lanjutnya, KY lebih percaya pada sumber-sumber dari koran daripada mendekat bersama kami.

 

Sementara Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI)  Hasril Hertanto mengakui adanya perubahan di tubuh MA. Memang sudah ada perubahan dalam tujuh tahun terakhir jika mau dibandingkan dengan sebelumnya. Tapi belum masuk wilayah substansial, masih sebatas fisik saja, ujarnya.

 

Perubahan fisik yang dimaksud Hasril antara lain seperti pembangunan infrastruktur peradilan dan peningkatan kesejahteraan hakim dan pegawai. Meski beberapa program cetak biru MA telah dijalankan MA, Namun  sebagai lembaga yang dijadikan harapan publik untuk bisa memberi keadilan,  memang masih belum bisa dirasakan, tambahnya.

 

Mengenai hubungan KY -MA yang tak kunjung membaik, fokus utamanya menurut Hasril terletak pada komunikasi. Jika komunikasi terjalin baik antara kedua lembaga, maka persoalan tidak akan menajam seperti yang terjadi sekarang ini. Ini termasuk komunikasi internal di tubuh KY sendiri yang sering mengesankan kondisi internal mereka yang belum solid, tambahnya.

 

Sudah cukup jalin komunikasi

Dalam kesempatan itu, Bagir mengaku telah cukup melakukan pendekatan dengan KY. Ia mencontohkan tatkala MA mengundang diskusi ketujuh anggota KY setelah mereka dilantik. Namun ketika pertemuan itu terjadi, ujar Bagir, Lain di dalam sini bicaranya (KY-red), lain pula di luar sana bicaranya.

 

Oleh karena itu Bagir mengaku pendekatan MA pada KY sudah lebih dari cukup. Saya menganggap setelah sekian banyak uluran tangan dari MA, saya pikir sudah cukup, tandasnya. Ia juga berharap, hubungan MA dan KY ke depan mesti konsisten dan berdasar  acuan yang jelas. Kalau bilang A ya  lakukan A, jangan lalu bilang B lalu lakukan yang lain.

 

Sementara pihak KY mengaku telah berkali-kali mengajak MA mengadakan pertemuan.  Terakhir, untuk mengadakan evaluasi pelaksanaan seleksi hakim agung tahap kedua. Ini sesuai juga dengan permintaan ketua MA yang dulu mengatakan perlu diadakan evaluasi terkait seleksi hakim agung, ujar Anggota KY Koordinator Bidang Penilaian Prestasi Hakim dan Seleksi Hakim Agung  Mustafa Abdullah.

 

Namun pekan lalu, dalam acara pelantikan enam hakim baru, Bagir mengatakan evaluasi seleksi itu sudah cukup dilakukan di media massa. Tidak perlu lah evaluasi, kan sudah kemarin di media massa banyak yang memberitakan, jelasnya. Dalam acara yang digelar KY untuk mengevaluasi seleksi tahap II, memang tidak nampak perwakilan dari MA turut andil. Padahal dari pihak DPR, hadir satu orang anggota mewakili lembaganya.

 

Wakil Ketua KY Thahir Saimima beberapa hari lalu juga mengatakan, KY secara tertulis sudah berkirim surat, meminta MA menyediakan waktu untuk menjalin pertemuan. Secara lisan kita juga menghubungi langsung ke Sekretaris MA namun beliau bilang MA tidak memiliki waktu untuk itu. Menurutnya, MA lebih sering menanggapi KY di media massa daripada membicarakannya secara antar lembaga. Sepertinya mereka (MA-red) cenderung lebih suka menyikapi di media massa.

 

Loh, jadi mana yang benar?

Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan meminta publik supaya tidak apriori dalam menilai perubahan yang telah dijalankan lembaga peradilan itu selama tujuh tahun terakhir. Bagir menilai selama ini, sebagian publik  acap menilai MA terlalu apriori. Hal yang paling disorot Bagir adalah apa yang selama ini dilakukan Komisi Yudisial (KY). Menurutnya, KY sebagai lembaga tinggi negara justru sering memakai paradigma lama. Dua lembaga yang seharusnya berjalan sinergis itu memang kerap berseteru di media massa.

 

Kalau masih ngomong MA tidak independen, dan masih ada mafia peradilan, itu berarti paradigma tujuh tahun  lalu yang dipakai, ujar Bagir Manan usai acara perayaan hari ulang tahun MA ke-62 di Gedung MA, Jakarta, Senin (20/8). Merasa terpojok, lembaga tertinggi peradilan itu merasa diperlakukan seakan tak melakukan perubahan apapun.

 

Menurut Bagir, selama ini KY dan publik tidak pernah mau lebih mendekat untuk melihat dan memahami lebih jauh apa saja yang sudah dikerjakan lembaga tertinggi peradilan itu selama tujuh tahun terakhir. Menurutnya, MA sekarang sudah jauh berbeda dengan MA tujuh tahun silam. Tapi sebagian publik tidak mau memahami itu, tandasnya. Masa MA dibilang tidak  melakukan apa-apa. Harus dilihat ada kemajuan atau tidak, itu yang harus dilakukan.

 

Bagir bahkan mengajak membandingkan  keadaan MA kini dengan sebelum orde baru,  selama orde baru, dan pasca orde baru, terutama setelah 2000,--ketika ia mulai memimpin lembaga itu. Sejak 1955 hingga 1959, pengadilan Indonesia menurut Bagir sangat independen. Namun sejak dikeluarkan Dekrit Presiden 1959, dan dilanjutkan dengan kekuasaan eksekutif yang begitu besar selama lebih dari 30 tahun pada masa orde baru, MA jadi lembaga peradilan yang terkooptasi cabang kekuasaan lain. Ini harus dipahami, ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: