Indonesia Masih Telusuri Bukti Kepemilikan Lagu 'Rasa Sayange'
Utama

Indonesia Masih Telusuri Bukti Kepemilikan Lagu 'Rasa Sayange'

Untuk melawan klaim Malaysia, Depkumham dan Depbudpar tengah menelusuri bukti kepemilikan lagu Rasa Sayange. Bahkan membuat nota kesepahaman untuk melindungi karya seni Indonesia.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Indonesia Masih Telusuri Bukti Kepemilikan Lagu 'Rasa Sayange'
Hukumonline

 

Selain itu, Jero menyatakan bahwa saat ini depbudpar sedang melakukan pelacakan bukti satu Yayasan dari Jepang, Minoru Endo Music Foundation (MEMF). Pada tahun 1997, yayasan itu mengkompilasi lagu pop dan lagu rakyat yang populer dari negara-negara di Asia. Namun ia mengakui bahwa hasil penelusuran ke Jepang itu belum diketahui. Orang yang menelusuri ke Jepang masih di luar negeri, jelasnya.

 

Jero mengakui bahwa sulit mencari bukti hukum. Tetapi secara moral, mestinya rekan kita (Malaysia) itu memberitahu kita. Hubungan kita kan baik. Kalau diberitahukan kan kita lebih enak rasanya secara moral, tandasnya.

 

Nota Kesepahaman

Belajar dari pengalaman pahit itu, Depkumham dan Depbudpar menggalang perjanjian kerja sama engenai perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kekayaan intelektual budaya warisan tradisional milik bangsa Indonesia.

 

Baik Andi atau Jero mengakui bahwa perjanjian ini sebenarnya sudah terlambat. Selama ini kita sudah memiliki perangkat hukum tentang HAKI, tapi karya kita masih banyak yang diklaim pihak lain, ujar Andi dalam pidato pembukaan di ruang Aula Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Selasa siang (23/10). Andi menuturkan bahwa perjanjian ini hanya sebagai langkah awal, karya budaya harus ditindaklanjuti dengan inventarisasi, selain itu karya budaya juga perlu diberi sertifikasi.

 

Andi melanjutkan karya seni Indonesia tidak hanya berdimensi seni. Bahkan berdimensi politik. Seni menunjukan seberapa tinggi peradaban suatu bangsa karena bisa ditafsirkan nilainya,' terangnya. 

 

Dalam kesempatan yang sama, Jero Wacik berpendapat, dengan dilakukan inventarisasi dan pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terhadap produk warisan budaya bangsa, dapat menyelamatkan kepemilikan warisan budaya bangsa dari pengakuan negara lain.

 

Menurut Jero, perlindungan karya seni itu memiliki tiga aspek, yaitu aspek moral, hukum dan ekonomi. Secara moral, orang yang menggunakan karya seni Indonesia harus memberitahukan kepada penciptanya. Hukum juga mengharuskan hal itu, tegasnya. Apalagi, implikasi ekonomisnya, orang harus membayar royalti terhadap penggunaan karya tersebut. Paling tidak lagu itu disebut siapa penciptanya, katanya mencontohkan.

 

Dalam kerjasama itu, Depbudpar bertugas melakukan inventarisasi terhadap budaya

warisan bangsa, baik yang bisa didengar maupun dirasakan. Tugas ini nantinya akan diserahkan ke pemerintahan daerah. itu untuk membuktikan karya milik daerah, tuturnya.

 

Depkumham sendiri bertugas mebuat petunjuk pelaksanaan yang dapat mempermudah pendaftaran budaya warisan tradisional. "Selama ini pendafataran Merk dan Paten itu dikenal sulit, namun untuk HAKI budaya bangsa ini akan dipersiapkan pendaftaran yang mudah, maksudnya disini adalah mudah penelusuran subyeknya, misalnya pencipta, pembuat, asal-usul dan sebagainya," ujar Andi.

 

Belum terinventarisir

Sementara itu, Jero mengakui bahwa selama ini Depbudpar belum melakukan inventarisir terhadap karya budaya Indoensia yang sudah didaftarkan. Saya belum berhitung. Tapi pasti ribuan., tandasnya. Begitu pula data tentang karya Indonesia yang diklaim negara lain.

 

Ia berdalih pendataan itu belum dilakukan karena selama ini karena masyarakat mengedepankan kepuasan rohani. Kita tidak melihat ini sebagai milik pribadi, terangnya.

 

Untuk itu, Jero mengaku akan terus melakukan pendataan. Karena penciptaan terus menerus berkembang. Ada tradisi baru, lukisan baru, lagu baru. Setiap hari ada penciptaan, jelasnya mencontohkan.

 

‘Pencurian' lagu Rasa Sayange oleh Malaysia agaknya menyisakan trauma bagi Depkumham dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar). Padahal keduanya merupakan ‘penjaga' hak cipta budaya dan seni Idnoensia.

 

Lagu yang dikenal berasal dari Maluku itu, kini diklaim Malaysia sebagai sebagai bagian dari budaya asli mereka. Bahkan dipakai sebagai jingle untuk kampanye Truly Asia oleh Malaysia. Lagu tersebut dinyanyikan dengan irama disko dan ditambahi beberapa lirik musik rap

 

Menteri hukum dan HAM, Andi Matalata, menyatakan saat ini Depkumham sedang melakukan penelusuran untuk membuktikan bahwa lagu itu milik Indoensia. Pembuktian secara tertulis tidak ada sehingga pembuktiannya harus melalui proses penelusuran, jelasnya saat ditemui di Depbudpar, Selasa (23/10). Pasalnya, menurut rezim hak cipta itu, lanjut Andi, ketika sebuah lagu keluar maka haknya sudah ada. Pendaftarannya hanya administrasi saja sebenarnya, tuturnya. Sayang, lagu yang diklaim kedua bangsa itu tidak didaftarkan di Indonesia.

 

Menurut And banyak hak yang harus ditelusuri, salah satunya dilihat dari bahasa dipakai dalam lagu tersebut. Apakah asli atau tidak ? tandas mantan anggota DPR itu. Jika ada campuran bahasa asing, harus ditelusuri apakah itu merupakan pengembangan atau memang aslinya seperti itu. Dari hasil penelusuran itu ditemukan bahwa bahasa yang dipakai dalam lagu itu merupakan bahasa di tanah air, terangnya. Andi menambahkan, kalaupun ada dialek, seperti sayange, itu dialek maluku atau melayu.

 

Saat dikonfirmasi penggunaan lagu itu di Malaysia menggunakan bahasa Malaysia, Andi menegaskan bahwa meskipun begitu, syair dan partitur lagu itu adalah milik Indonesia.

 

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik menguatkan hal senada. Dia menjelaskan bahwa tahun 1958 Indonesia pernah merekam lagu itu dalam piringan hitam yang direkam oleh Lokananta.

Halaman Selanjutnya:
Tags: