TPM Anggap Penindakan Aliran Sesat Sesuai Prinsip HAM
Berita

TPM Anggap Penindakan Aliran Sesat Sesuai Prinsip HAM

Apabila masih ada pihak yang membela aliran-aliran sesat dengan dalil HAM, tidak usah banyak omong, segera lakukan tindakan hukum yakni mengajukan judicial review terhadap UU No. 1/PNPS/1965 ke MK.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
TPM Anggap Penindakan Aliran Sesat Sesuai Prinsip HAM
Hukumonline

 

Pernyataan terakhir Mahendradatta merupakan respon atas sikap sejumlah kalangan dan lembaga yang mengecam tindakan negara menindak aliran-aliran sesat. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, misalnya, dalam pernyataan sikapnya menyatakan negara tidak semestinya mencampuri urusan keyakinan warga negaranya. LBH Jakarta berpendapat penindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan setiap warga negara dalam memeluk agama dan menjalankan ibadah.

 

Tidak hanya itu, LBH Jakarta juga menyatakan upaya penindakan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip yang berlaku dalam aturan internasional. Salah satunya adalah Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion or Belief yang diterbitkan Dewan Umum PBB pada tahun 1981. Deklarasi tersebut menegaskan siapapun tidak boleh melakukan perbuatan diskriminasi dengan cara menghalang-halangi seseorang menjalankan ibadahnya.

 

LBH Jakarta berpendapat negara seharusnya menjadi pihak yang menjaga keharmonisan masyarakat dalam menjalankan ibadah, bukan justru menindak dan membuat stigma sesat. Untuk itu, LBH Jakarta menghimbau kepada pemerintah menghentikan upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan terhadap aliran-aliran sesat, termasuk Al-Qiyadah Al-Islamiyah.

 

Berpendapat berseberangan, Mahendradatta menilai penindakan aliran-aliran sesat justru merupakan refleksi dari perlindungan HAM. Dia tidak setuju dengan dalil yang diajukan sejumlah kalangan yang menentang upaya negara menindak aliran sesat dengan dasar hukum Pasal 18 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR).

 

Telah terjadi pemotongan pasal karena mereka (pendukung aliran sesat, red.) hanya ajukan Pasal 18 ayat (1), sementara ayat-ayat lain tidak disinggung, tukas Mahendradatta. Ayat-ayat lain yang dimaksud adalah Pasal 18 ayat (3) yang menyatakan kebebasan beragama dapat dibatasi oleh hukum dalam rangka melindungi keselamatan publik, kesehatan, hak-hak fundamental dan kebebasan pihak lain.

 

Apabila masih ada pihak yang membela aliran-aliran sesat dengan dalil HAM, tidak usah banyak omong, segera lakukan tindakan hukum yakni mengajukan judicial review terhadap UU No. 1/PNPS/1965 ke Mahkamah Konstitusi (MK), ujarnya menantang. Mahendradatta menegaskan TPM siap mati-matian berjuang mempertahankan UU No. 1/PNPS/1965 dari pihak-pihak yang membela aliran sesat. TPM bahkan siap beradu argumen sebagai pihak terkait apabila nanti judicial review itu benar-benar terjadi.

 

Dihubungi via telepon (2/11), Pengacara Publik LBH Jakarta Gatot juga menyatakan siap menjawab tantangan TPM. Gatot mengatakan LBH Jakarta sebenarnya telah merencanakan langkah judicial review UU No. 1/PNPS/1965. Hanya saja, rencana tersebut belum dapat terealisir karena LBH Jakarta masih melakukan kajian terhadap undang-undang tersebut. Tinggal menunggu waktu saja, kami tidak ingin cepat-cepat karena semuanya harus disiapkan matang-matang agar nantinya tidak kandas di MK, tuturnya.

 

Khusus menjawab tudingan TPM tentang pemotongan pasal-pasal ICCPR, Gatot memiliki pemahaman berbeda terhadap Pasal 18 ayat (3). Dia memahami pembatasan yang dimaksud ayat (3) adalah pembatasan terhadap aktivitas-aktivitas yang dianggap bertentangan, bukan pembatasan terhadap keyakinan. Saya setuju dibatasi, cuma keyakinannya jangan dibatasi. Itu maksud ayat (3), pungkasnya.

 

Aliran sesat kembali menjadi topik pembicaraan terhangat di masyarakat Indonesia. Hangatnya kembali wacana ini tidak dapat dilepaskan dari ‘kepopuleran' Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang belakangan tengah dihujat oleh sebagian kalangan. Aliran yang dipimpin oleh Ahmad Mushaddeq ini semakin tenar karena media nasional dalam sepekan terakhir tiada henti mewartakan aliran ini, terutama terkait upaya penindakan oleh aparat kepolisian. Al-Qiyadah hanyalah satu dari sekian banyak aliran yang dicap sesat yang berkembang di Indonesia. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), misalnya, pernah melansir bahwa ada 250 aliran sesat yang eksis di Indonesia.

 

Aliran sesat marak karena mereka pada umumnya menawarkan surga yang bersifat instan, kata Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta dalam jumpa pers di kantornya (2/11).

 

Mahendradatta misalnya mencontohkan adanya aliran sesat yang mengiming-imingi pembersihan dosa dengan syarat pembayaran sejumlah uang kepada pengikutnya. Selain itu, sejumlah aliran sesat terkadang juga menawarkan aturan yang meringankan pengikutnya berupa pengurangan kewajiban-kewajiban yang selama ini berlaku di agama konvensional. Faktor lain yang mendorong tumbuh suburnya aliran sesat, menurut Mahendradatta, adalah ringannya sanksi pidana yang berlaku sehingga tidak memberikan efek jera terhadap penyebar ajaran sesat.

 

UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, selain KUHP, upaya penindakan aliran-aliran sesat hanya memuat rumusan sanksi pidana penjara selama-lamanya lima tahun. Mahendratta memandang rumusan tersebut sudah saatnya direvisi dengan rumusan sanksi pidana yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan efek jera dan meredam maraknya aliran-aliran sesat. Kami setuju dan mendesak agar ketentuan sanksi pidana yang ada diperberat. Namun, untuk sementara ini kami juga siap mempertahankan peraturan yang ada, tegasnya.

 

Pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu. 

Tags: