Tidak Ada Pelaku Utama dalam Putusan Kasus AFIS
Utama

Tidak Ada Pelaku Utama dalam Putusan Kasus AFIS

Meski tiga vonis dalam kasus AFIS sudah dijatuhkan hakim, namun majelis tidak menyatakan pelaku utama dalam kasus ini. Menurut ahli, majelis salah menerapkan hukum.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Tidak Ada Pelaku Utama dalam Putusan Kasus AFIS
Hukumonline

 

Rudi melanjutkan hal itu merupakan bukti kelemahan pemisahan perkara. Tidak bisa membuktikan peran pelaku satu dengan yang lain, katanya. Itu juga menunjukan jaksa hanya mengejar target. Splitsing memudahkan pembuktian yang hanya menguntungkan jaksa, katanya.

 

Beda pasal

Selain itu, penerapan hukum dalam putusan Eman dan kedua pejabat Depkumham itu pun berbeda. Menurut majelis hakim pimpinan Moerdiono, Eman terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Korupsi karena melakukan perbuatan melawan hukum karena melanggar Keppres 80/2003.

 

Sementara Zulkarnain dan Apendi dibidik dengan Pasal 3 UU Korupsi. Keduanya dinilai menyalahgunakan kewenangan selaku pejabat negara. Menurut majelis hakim, Pasal 2 tidak dapat diterapkan dalam persidangan Zulkarnain dan Apendi. Sebab, kualifikasi unsur orang dalam pasal itu berlaku umum.

 

Zulkarnain yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Administrasi Hukum Umum, dinilai lalai dalam menandatangani memorandum penunjukan langsung. Tidak melakukan cek dan ricek terhadap kinerja Pimpro dan panitia sebelum menandatangani surat, kata Hendra.

 

Tanda tangan Zulkarnain dalam surat pembebasan bea masuk juga dinilai salah. Menurut majelis, pembyaaran pajak bea masuk, bukan tanggungan Dirjen AHU. Tapi tugas Eman selaku penyedia AFIS, mulai mengimpor sampai menginstall AFIS.

 

Apendi dinilai majelis tidak profesional sebagai Pimpro AFIS. Sebab, seluruh dokumen proyek bukan dibuat oleh panitia, melainkan oleh staff Sesditjen AHU, Garwono. Ia juga dinilai bersalah karena memerintahkan anak buahnya, Dadang, mendampingi pengeluaran AFIS dari bandara Soekarno Hatta.

 

Terkait dengan penerapan pasal yang berbeda, Rudi menyatakan itu tidak mungkin dalam satu kasus yang sama. Kalau tidak sama, turut serta dalam melakukan apa ? Kalau pasalnya beda tidak bisa dikatakan delneming (penyertaan, red), terangnya.

 

Chairul juga menandaskan hal yang sama. Menurutnya dosen Universitas Muhamadiyah itu, inkonsitensi penerapan pasal menunjukan adanya dua delik yang berbeda. Padahal didakwa melakukan delneming. Menunjukan ketidaktepatan dalam menerapkan pasal, terangnya. 

 

Rudi menjelaskan bahwa Pasal 2 UU Korupsi bisa diterapkan pada pejabat negara yang melakukan tindak pidana korupsi. Itu tergantung dari jenis perbuatan yang dia lakukan. Bisa saja dikualifisir menjadi perbuatan melawan hukum, terangnya. Putusan majelis hakim dinilai memaksa dalam membuktikan.

 

Putusan dinilai politis

Penasihat hukum Apendi, Lifa Malahanum, menyatakan kekecewaannya atas putusan hakim. Ini putusan politis, tegasnya usai bersidang. Lifa melansir ada kebenaran materiil yang sengaja ditutup baik oleh majelis maupun JPU. Pasalnya, Mujiono, Ketua Panitia Anggaran AFIS, tidak dihadirkan sebagai saksi. Begitu juga Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Kehakiman dan HAM. Alasan syuting bukan alasan yang sah, katanya saat menanggapi ketidakhadiran Yusril

 

Dalam pertimbangannya, majelis juga mengakui hal itu dengan mengutip pledoi penasihat hukum Apendi. Mujiono akan membuka tabir gelap siapa sesungguhnya aktor utama yang memproses dan membuat AFIS menjadi penuh kebohongan dan penuh rekayasa kata Hendra.

 

Menurut Lifa, dengan mengutip pledoinya, majelis membenarkan pentingnya kesaksian Mujono. Tidak mungkin dikutip, kalau tidak dijadikan dasar, terangnya.

 

Tidak disebutkannya kualifikasi penyertaan, menurut Lifa mengindikasikan ada pleger yang belum ditarik dalam kasus ini. Ada apa ini? tandasnya. Padahal dalam putusan, majelis mengatakan Bunas dan Tjapah terlibat dalam persekongkolan membuat kesepakatan dengan Eman Rahman. Soal penunjukan langsung sudah dilakukan jauh sebelum Apendi menjadi Pimpro. Harusnya mereka yang disidik oleh KPK, tegasnya.

 

Penasihat hukum Zulkarnain, Hironimus Dani menyatakan kontrak antara Eman dan Depkumham sudah sah. Karena sudah dituangkan dalam kontrak. Apalagi, kata Hironimus, terbukti bahwa Eman berhutang kepada Dermalog Jerman.

 

Sementara, kedua terdakwa menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim. Apendi bahkan tidak bersuara saat dikonfirmasi oleh sejumlah wartawan. Hanya air mata yang terurai dipipinya. Dengan gemetar dan gontai ia berjalan ke ruang terdakwa. Keluarganya pun menangis bersamanya. 

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah mengetuk palu dalam kasus korupsi Automatic Fingerprint Identification System (AFIS). Zulkarnain Yunus, mantan Sekjen Depkumham, diganjar dua tahun penjara, Senin (12/11). Sementara Apendi,  dihukum tiga tahun penjara. Hakim juga memvonis keduanya membayar denda Rp100 juta, sunsidair 6 bulan kurungan. Sebelumnya, Eman Rahman, Direktur PT Sentral Filindo, divonis empat tahun penjara.

 

Meski putusan terhadap seluruh terdakwa sudah dibacakan, namun masih menguak satu pertanyaan. Dalam putusan Eman, ia dinyatakan sebagai medepleger (turut serta melakukan) bersama-sama dengan Zulkarnain dan Apendi. Sementara dalam putusan dua pejabat Depkumham itu, keduanya hanya dinyatakan terbukti melakukan kerja sama dengan Eman. Terbukti rangkaian kerja sama, kata hakim Hendra Yospin. Tapi tidak dikualifisir delik penyertaannya. Lalu, siapa yang menjadi pelaku utama (pleger) dalam kasus ini?

 

Menanggapi putusan itu, ahli hukum acara pidana, Chairul Huda menyatakan putusan majelis salah menerapan hukum. Putusan dibuat asal-asalan, tegas dosen Universitas Muhamadiyah itu. Kesalahan itu terkait tidak adanya pelaku utama (pleger) yang ditentukan oleh majelis.

 

Menurut Chairul, suatu tindak pidana yang didakwa bersama-sama, harus dibuktikan unsur penyertaannya, baik pleger dan medepleger (pembantu). Kalau ada medepleger, berarti ada pleger, tegasnya. Unsur itu harus dibuktikan karena itu merupakan unsur delik. Jika tidak dibuktikan, berarti unsur dakwaan tidak terbukti.

 

Hal senada juga diutarakan oleh Rudi Satrio, ahli hukum pidana. Menurutnya, tidak disebutkan pleger dan medepleger menunjukan tidak terbukti adanya hubungan antara pelaku tindak pidana. Seharusnya bebas, karena tidak ada peranan yang jelas, terangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: